Lanjut ke konten

Keputusan BPD

KEPUTUSAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

DESA GADINGSARI KECAMATAN SANDEN

NOMOR : 03  TAHUN 2012

TENTANG

PERSETUJUAN RANCANGAN

PERATURAN DESA GADINGSARI NO : 12 TAHUN 2012, TENTANG

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA GADINGSARI

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DESA GADINGSARI

Menimbang :           a.   bahwa Pemerintah Desa dan BPD sebagai penyelenggara pemerintahan desa, yang bertanggung jawab atas terselenggaranya kegiatan dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, memandang perlu untuk menetapkan Peraturan Desa;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a perlu menetapkan persetujuan rancangan Peraturan Desa;

Mengingat :             1.   Undang Undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta;

2.   Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang nomor 12 tahun 2008;

3.   Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang penetapan mulai berlakunya Undang Undang tahun 1950 nomor 12,13, 14, dan 15;

4.   Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa;

5.   Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 14 Tahun 2007 tentang  Badan Permusyawaratan Desa;

MEMUTUSKAN

Menetapkan           :

KESATU                      :     KEPUTUSAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA TENTANG PERSETUJUAN RANCANGAN PERATURAN DESA GADINGSARI TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA GADINGSARI MENJADI PERATURAN DESA DESA GADINGSARI TAHUN 2012.

KEDUA                       :     Apabia dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diubah dan diperbaiki sebagaimana mestinya.

 

KEDUA                       :     Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Gadingsari

pada tanggal 11 April 2012

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

DESA GADINGSARI

KETUA

WIYONO

 

Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth.

  1. Bupati Bantul di Bantul
  2. Ketua DPRD Kabupaten Bantul
  3. Kepala Bagian Pemdes Setda Kab. Bantul
  4. Camat Sanden
  5. Arsip

Untuk diketahui dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

K

kiblat

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. A.    Latar Belakang Masalah

Selain kata agama, masyarakat Indonesia juga mengenal istilah ad-din yang berasal dari bahasa Arab. Agama dalam pengertian kebahasaan mengandung dua suku kata yaitu, “a” dan “gam”. Kata “a” berarti tidak dan kata “gam” mempunyai pengertian pergi. Dengan demikian, agama berarti sesuatu yang tidak pergi (Nasution, 1985: 9). Namun karena agama Islam diturunkan di tanah Arab, maka pengertian Islam yang dihubungkan sebagai agama juga mempunyai keterkaitan sendiri. Dalam bahasa Arab, agama Islam disebut dengan ad-din al-Islamiy. Menurut Azhary (2003: 26), pada dasarnya istilah agama dalam bahasa Indonesia dan ad-din dalam bahasa Arab mempunyai konotasi yang sangat berbeda.

Ad-din sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an merupakan suatu konsep yang terdiri dari dua komponen pokok, yaitu pengaturan hubungan manusia dengan Allah (hablum min Allah) dan pengaturan hubungan manusia dengan sesamanya dan alam semesta (hambul min an-nas). Dengan demikian, kata ad-din mengandung konsep bidimensional yang mencakup dua aspek kehidupan manusia yaitu aspek relegius-spiritual dan aspek kemasyarakatan yang kesemuanya bertumpu pada ajaran tauhid (keesaan Allah) (Azhary, 2003: 26).

Agama Islam sebagai pemaknaan atas konsep ad-din al-Islami yang mengadung dimensi relegius-spiritual dengan sumber ajarannya al-Qur’an telah mengatur tata cara beribadah (melakukan ritual) sebagai bukti nyata spiritualitas manusia pada Tuhannya. Dalam kaitannya dengan ibadah (ritual), Islam memiliki tatacara yang beerbeda dengan agama-agama lainnya. Secara umum, ritual pokok agama Islam yang harus dilakukan oleh umatnya adalah shalat, puasa, zakat dan haji. Untuk memperjelas keempat ritual pokok ini, dapat dilihat dari sabda Rasulullah  yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut;

 

 

 

 

 

Islam didirikan atas lima unsur, yaitu; bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, menunaikan haji bagi mereka yang mampu melaksanakannya, dan berpuasa di bulan Ramadlan.

 

Keempat ritual dalam Islam di atas, shalat yang disebutkan lebih awal mempunyai dimensi dan posisi tersendiri jika dibandingkan dengan ritual-ritual lainnya. Dalam melakukan shalat, manusia diandaikan melakukan dialog langsung dengan Allah secara berhadap-hadapan. Selain itu, kedalaman ritual shalat ini diperkuat dengan keharusan melakukannya lima kali dalam sehari (Nasution, 1985: 37).

Sebagai ritual (ibadah) yang menduduki posisi pertama dalam agama Islam, masyarakat muslim dalam melakukan shalat telah diarahkan tata cara melakukannya sedemikian rupa oleh Rasulullah. Salah satu tata cara yang tidak hanya ditunjukkan oleh Rasulullah, tetapi juga langsung ditunjukkan oleh Allah dalam firman-Nya adalah keharusan menghadap kiblat. Perintah melakukan shalat dengan menghadap kiblat ini tercermin dari firman Allah surat al-Baqarah ayat 149 sebagai berikut;

 

 

Kemanapun kamu pergi hadapkanlah mukamu ke Masjidil Haram, sungguh itu adalah haq dari Tuhanmu. Allah tidak pernah lengah terhadap segala yang kamu kerjakan (Dahlan, 2000: 41).

 

Perintah menghadap kiblat merupaan salah satu cara melakukan ritual (ibadah) shalat yang mampu menambah ke-khusuk-an tersendiri bagi yang melakukannya. Oleh sebab itu, agar dalam melakukan ibadah shalat, manusia dapat khusuk dan merasa berada secara khusus di sisi Allah diharuskan menghadap kiblat. Kiblat dimaksud dalam ajaran Islam adalah posisi Ka’bah di kota Makkah Saudi Arabia.

Karena perjalanan waktu, di mana pemeluk agama Islam makin meluas di penjuru dunia, maka kesatuan arah seperti ini juga dibutuhkan. Bagi masyarakat Islam yang bertempat tinggal kota Makkah atau kota-kota lain. Di wilayah Arabia mungkin tidak mengalami kesulitan untuk menemukan arah Ka’bah. Namun bagi masyarakat Islam yang tinggal di negara-negara yang letak geografisnya jauh dari Makkah (posisi Ka’bah) untuk menemukan arah kiblat ini tidak mudah.

Sampai saat ini, dalam masyarakat awam Islam Indonesia, sebagaimana yang diajarkan oleh tokoh-tokoh agamanya, berpandangan bahwa arah kiblat sama dengan arah Barat. Memang, secara geografis, posisi Ka’bah berada di arah Barat dari Indonesia. Namun posisi yang tepat bagi kota Makkah dan khususnya lokasi Ka’bah bagi Indonesia tidak melulu di arah Barat tepat. Bagi masyarakat Isalam Indonesia yang berada di pulau Kalimantan misalnya, tepatnya arah lokasi Ka’bah berada jelas tidak sama dengan masyarakat Islam Indonesia yang bertempat tinggal di pulau Jawa. Hal ini jelas disebabkan karena letak geografis pulau Jawa berbeda dengan letak geografis pulau Kalimantan. Hal ini jika dikaitkan dengan pulau-pulau lain juga akan menemukan hal yang sama.

Sampai saat ini, masyarakat muslim Indonesia yang merupakan masyarakat mayoritas terdiri dari beberapa kelompok dengan organisasi dan pemahaman ajaran agama yang berbeda-beda. Walaupun secara substansial tidak ada perbedaan yang besar, namun dalam persoalan-persoalan praktis juga terdapat perbedaan. Salah satu perbedaan tersebut adalah pemahaman terhadap kewajiban melakukan shalat menghadap kiblat. Perbedaan pemahaman dan pandangan ini lebih banyak disebabkan oleh penjelasan tokoh yang berbeda dan lebih banyak dipengaruhi oleh organisasi sosial kemasyarakatannya.

Salah satu organisasi sosial kemasyarakat yang diikuti oleh masyarakat muslim adalah organisasi Muhammadiyah. Organisasi ini mempunyai basis massa di tempat kelahirannya yaitu provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun demikian, di Daerah Istimewa Yogyakarta juga terdapat organisasi sosial kemasyarakatan Islam lain yang diantaranya adalah Nadlatul Ulama’. Kedua organisasi sosial masyarakat ini secara umum mempunyai pemahaman agama – khususnya dalam ritual – yang berbeda dalam praktiknya. Bagi warga Muhammadiyah, perintah menghadap kiblat dipahami sebagai perintah yang bersifat mengikat yang oleh karenanya harus dilakukan dengan tepat secara geografis dan dengan hitungan matematis. Namun di sisi lain, organisasi besar lainnya, yaitu Nahdlatul Ulama’ berpandangan bahwa ketentuan perintah menghadap arah kiblat dalam shalat tidak harus mutlak tepat secara geografis dengan hitungan matematis.

Walaupun demikian, kemungkinan-kemungkinan pandangan yang berbeda dan oleh kelompok masyarakat yang mengikuti organisasi sosial kemasyarakatan yang berbeda juga masih sangat mungkin terjadi. Oleh sebab itu, penelitian tentang pandangan masyarakat ini diperlukan guna mengetahui bagaimana sebenarnya yang terjadi. Terlebih lagi penelitian semacam ini yang disertai data-data hasil survai tentang praktiknya di lapangan.

Di sisi lain, penelitian mutakhir di Palembang menyebutkan ada sebanyak lebih dari 58 % masjid di Palembang arah kiblatnya tidak pas. Hasil sebuah penelitian tersebut juga menyatakan bahwa kota Palembang arah Kiblat masjidnya 23,82% melenceng ke arah Utara dan 34,92 % ke arah Selatan Ka’bah, jadi bila dijumlahkan maka ada sekitar 58,74 % masjid di kota Palembang arah kiblatnya melenceng (Hendriatiningsih, 1997). Selain itu, penelitian semacam ini juga masih sangat “miskin” di dunia ilmiah.

Atas dasar alasan-alasan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang arah kiblat dengan mengambil lokasi di Kabupaten Bantul dengan judul “Pandangan Masyarakat Muslim Kabupaten Bantul terhadap Arah Kiblat dan Praktik Penentuannya”.

 

  1. B.     Rumusan Masalah

Melihat latar belakang sebagaimana di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut;

  1. Bagaimana pandangan masyarakat muslim Kabupaten Bantul terhadap arah kiblat?
  2. Bagaimana praktik penentuan arah kiblat yang dilakukan masyarakat muslim Kabupaten Bantul?

 

  1. C.    Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut;

  1. Mendapatkan informasi tentang pandangan masyarakat muslim Kabupaten Bantul terhadap arah kiblat.
  2. Mengetahui praktik penentuan arah kiblat yang dilakukan masyarakat muslim Kabupaten Bantul.

 

 

 

  1. D.    Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari dilakukannya penelitian ini adalah;

  1. Menjadi tambahan khazanah intelektual Islam khususnya mengenai persoalan arah kiblat yang masih sangat kurang terutama yang dikaitkan dengan persoalan sosial kemasyarakatan.
  2. Mampu memberikan informasi tentang pandangan dan wacana masyarakat tentang arah kiblat serta praktiknya di lapangan.
  3. Menambah hasil penelitian di bidang ilmu falak yang masih sangat minim.
  4. Sebagai dasar untuk dijadikan pedoman penyuluhan tentang urgensi arah kiblat terhadap pelaksanaan ibadah shalat sesuai syari’at Islam.

 

  1. E.     Telaah Pustaka

Literatur yang membahas tata cara penghitungan arah kiblat adalah buku yang ditulis Muhyiddin Khazin. Dosen Ilmu Falak IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini mempunyai karya yang diberi judul Cara Mudah Mengukur Arah Kiblat yang diterbitkan oleh Buana Pustaka tahun 2004. Dalam karya ini, Muhyiddin membahas tata cara mengukur arah kiblat dengan rinci dan mudah diikuti. Selain itu, buku ini disertai daftar arah kiblat dan jaraknya untuk seluruh wilayah di Indonesia.

Salah satu penelitian yang terbaru di bidang ilmu falak adalah penelitian tentang ketepatan masjid di kota Palembang dengan arah kiblat yang sebenarnya. Hasil penelitian tersebut sebagaimana ditulis dalam majalah TIRAS No 48/Thn.II/26 Desember 1996 mengenai rubrik Agama masalah Arah Kiblat berjudul “ Kenapa Kiblat bisa melenceng“. Dalam majalah ini disebutkan lebih dari 58 % masjid di Palembang arah kiblatnya tidak pas dengan yang dihitung secara matematis. Hasil sebuah penelitian tersebut juga menyatakan bahwa kota Palembang arah Kiblat masjidnya 23,82% melenceng ke arah Utara dan 34,92 % ke arah Selatan Kabah, jadi bila dijumlahkan maka ada sekitar 58,74 % masjid di kota Palembang arah kiblatnya melenceng (Hendriatiningsih, 1997).

Penelitian lain tentang arah kiblat juga pernah dilakukan Drs. H. Sofwan Jannah pada tahun 1988. Penelitian pakar ilmu falak UII ini diberi judul Pemahaman dan Perhatian Masyarakat Islam Kabupaten Sleman terhadap Arah Kiblat. Sesuai dengan judulnya, permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah pemahaman arah kiblat masyarakat Islam Kabupaten Sleman dan perhatian terhadapnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, secara umum, pemahaman masyarakat Islam Kabupaten Sleman terhadap arah kiblat sangat menggembirakan walaupun tingkat perhatiannya masih awam. Sedangkan dalam hal pedoman yang digunakan untuk menentukan arah kiblat juga sangat variatif mengingat kondisi sosial yang berbeda-beda juga.

Di bidang hasil penelitian yang secara khusus untuk keperluan penyusunan tugas akhir, penulis dapat menemukan satu judul, yaitu karya yang ditulis oleh Irfan Sidiq dengan judul Arah Kiblat dan Permasalahannya pada tahun 1999. Karya tulis yang disusun dalam rangka penulisan tugas akhir ini mencermati permasalahan-permasalah penentuan arah kiblat di Indonesia. Permasalahan dimaksud adalah merebaknya wacana kontraversi penentuan arah di awal munculnya Muhammadiyah.

Dari penelaahan atas beberapa literatur di atas, penelitian di bidang penentuan arah kiblat yang dikaitkan dengan masalah sosial kemasyarakatan belum ditemukan. Dari sini akhirnya penulis menyimpulkan bahwa penelitian sebagaimana yang dilakukan ini belum pernah ada dan dapat dikatakan benar-benar baru.

 

  1. F.     Landasan Teori

Secara teoritis, pandangan seseorang tentang suatu obyek sangat terkait erat dengan latar belakang ilmu dan pengetahuannya akan obyek tersebut. Begitu juga pandangan seseorang tentang keharusan menghadap kiblat secara tepat dalam hitungan matematis sangat dipengaruhi oleh pengetahuan serta pendapat hukum yang diikutinya dalam aliran tertentu.

Dalam kaitannya menghadap kiblat secara tepat baik dalam hitungan matematis terdapat dua pendapat besar. Kedua pendapat tersebut adalah pendapat yang mengatakan bahwa melakukan shalat cukup mengarah pada arah kiblat saja dan tidak harus tepat secara matematis. Sedangkan pendapat lainnya adalah pendapat yang mengatakan bahwa menghadap kiblat dalam shalat harus dilakukan dengan tepat secara hitungan (Azhari, 2004: 34).

Pendapat pertama beralasan bahwa ayat al-Qur’an yang menunjukkan kewajiban menghadap Masjidil Haram sebagaimana dalam surat al-Baqarah ayat tidak mengandung pengertian tepat secara matematis. Ayat al-Qur’an tersebut terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 149 sebagai berikut;

 

 

 

 

 

Kemanapun kamu pergi hadapkanlah mukamu ke Masjidil Haram, sungguh itu adalah haq dari Tuhanmu. Allah tidak pernah lengah terhadap segala yang kamu kerjakan (Dahlan, 2000: 41).

 

Ayat di atas memang memerintahkan agar setiap orang dalam melakukan shalat menghadap Masjidil Haram, namun kata sathral masjid al-haram berarti arah yang tidak menuntut adanya ketepatan secara matematis. Hal ini diperkuat dengan alasan bahwa pada masa Rasulullah berada di Madinah, tidak ditemui arah yang begitu tepat persis dalam melakukan shalat. Sedangkan pendapat kedua yang menyatakan bahwa shalat harus menghadap Ka’bah secara tepat beralasan bahwa maksud kalimat sathral masjid al-haram dalam ayat di atas mengandung pengertian harus tepat karena sudah diketahuinya metode penghitungan yang tepat.

Sebenarnya kedua pendapat ini sama-sama menggunakan satu dalil yang sama. Hanya saja dalam menafsirkan kalimat-kalimat dalam ayat di atas mempunyai dimensi yang berbeda-beda. Oleh sebab itu pertentangan “kecil” dalam masalah ini pun timbul di masyarakat.

Secara umum, ketentuan menghadap kiblat dalam melakukan shalat merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi kecuali dalam keadaan-keadaan tertentu. Keadaan dimaksud adalah keadaan dimana keterpaksaan timbul yang diakibatkan oleh rasa takut dan sakit berat. Yang dimaksud dengan keadaan takut tersebut adalah dalam keadaan perang, dimana shalat harus dilaksanakan namun untuk tetap berjaga-jaga dapat menghadap arah lain yang diperkirakan musuh akan datang dari arah itu. Sedangkan pengecualian yang kedua adalah keadaan dalam perjalanan (musafir). Dalam perjalanan yang cenderung menggunakan kendaraan dan arahnya tidak selalu menuju kiblat, shalat dapat dilaksanakan dengan menghadap kiblat di awal shalat saja (Rusyd, tt: 80).

Dalam teori ilmu falak, kiblat untuk masing-masing wilayah berbeda-beda karena posisi dan letak geografisnya yang juga berbeda. Selain itu untuk mendapatkan arah yang tepat selain hitungan matematisnya sudah benar adalah ketepatan mengetahui arah mata angin. Jika dalam meletakkan arah mata angin tidak tepat, maka penghitungan arah kiblatnya dapat dipastikan tidak tepat walaupun sudah benar secara matematis. Begitu juga sebaliknya, jika peletakan arah mata angin sudah tepat namun penghitungan matematis arah kiblatnya salah dapat dipastikan arah kiblat yang dipraktikkan pasti salah. Oleh sebab itu kedua hal pokok ini sangat berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya dan menuntut adanya perbaikan agar diperoleh kesamaan dan keseragaman (Khazin, 2004:11).

Dalam perhitungan matematis, Kabupaten Bantul Provinsi DIY terletak antara 07º44’04” – 08º00’27” Lintang Selatan (LS) dan 110º12’34” – 110º31’08” Bujur Timur (BT). Oleh karena itu, dari hasil perhitungan berdasarkan rumus-rumus penentuan arah kiblat, arah kiblat untuk Kabupaten Bantul adalah 65° 14′ 52.8” dari titik Utara ke Barat dan B            =  24°45’07.2” dari titik Barat ke Utara yang menghasilkan azimuth Qiblat 294° 45′ 07.2”.

  1. G.    Metode Penelitian

Dalam penulisan karya ilmiah, metode penelitian sangatlah berperan penting terutama untuk menghasilkan karya yang optimal. Dengan demikian penjelasan akan metode penelitian ini sangat diperlukan. Untuk menjawab yang menjadi rumusan masalah dalam karya ini, penulis menyusun metode penelitian sebagai berikut;

 

  1. Jenis Penelitian

Penelitian dalam rangka penulisan karya ilmiah ini mengambil jenis penelitian lapangan atau yang dalam metodologi penelitian biasa disebut dengan field research. Adapun penelitian lapangan adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi lembaga atau gejala tertentu yang ada di masyarakat (Arikunto, 2002:8). Dengan demikian, penelitian ini berusaha untuk menggali informasi tentang pandangan masyarakat muslim Kabupaten Bantul terhadap arah kiblat dalam shalat dan praktinya di lapangan.

  1. Lokasi Penelitian

Lokasi dilakukannya penelitian ini adalah Wilayah Pemerintahan Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun alasan pengambilan lokasi ini adalah adanya perbedaan pandangan antara dua organisasi kemasyarakatn Islam yang sangat berpengaruh tentang arah kiblat dari sisi ketepatannya berdasarkan hitungan. Selain itu, penelitian semacam ini masih sangat minim, jika tidak dikatakan tidak ada sama sekali.

  1. Obyek dan Subyek Penelitian

Adapun obyek penelitian ini adalah pandangan masyarakat muslim Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dari berbagai kalangan yang ada serta kenyataan praktiknya di lapangan. Sedangkan subyek penelitian ini adalah masyarakat muslim Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

  1. Populasi dan Sample

Populasi penelitian ini adalah masyarakat muslim Kabupaten Bantul Yogyakarta yang cakap hukum dalam pengertian hukum Islam, yaitu sudah akil balig. Sampel diambil dengan tehnik area random sampling. Dari 17 kecamatan di Kabupaten Bantul diambil 8 kecamatan yaitu Kretek, Pandak, Jetis, Bantul Kota, Sanden, Srandakan, Banguntapan dan Kasihan. Dari tiap kecamatan yang dijadikan sampel diambil satu kelurahan dan ditentukan satu lingkungan masjid tertentu dari kelurahan tersebut. Dari tiap satu lingkungan masjid yang dijadikan sampel diambil 20 orang. Untuk sampel masjid diambil secara acak dimana diutamakan masjid yang ada dilokasi masyarakat sampel ditambah beberapa masjid dalam kecamatan yang sama. Adapun jumlah sampelnya adalah 102 buah masjid. Jumlah ini dirasa telah mewakili karena hampir sama dengan jumlah sampel masyarakat.

  1. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik yang digunakan dalam pengumpulan data untuk penelitian ini adalah:

  1. Angket atau kuosioner

Angket atau kuosioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. (Arikunto, 1997:128). Angket ini digunakan untuk mengetahui data-data kwantitatif dalam hal yang berkaitan dengan obyek penelitian.

  1. Wawancara atau interview

Yaitu metode pengumpulan data dengan cara wawancara langsung atau tanya jawab dengan masyarakat muslim Kabupaten Bantul. Wawancara ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi penjelas dari hasil angket agar lebih akurat hasil penelitiannya.

  1. Observasi

Yaitu pengamatan indrawi secara langsung terhadap masyarakat muslim Kabupaten Bantul tentang pandangan masyarakat muslim Kabupaten Bantul dari berbagai kalangan yang ada serta kenyataan praktik di lapangan. Observasi ini digunakan untuk mengetahui praktik penentuan arah kiblat oleh subyek penelitian.

  1. Literatur

Yaitu pengumpulan data yang diperoleh atau digali dari bahan tertulis yang berbentuk buku-buku maupun tulisan yang berkaitan dengan obyek penelitian. Tehnik ini digunakan terutama untuk memperoleh data sekunder yang berupa teori-teori.

  1. Jenis Data

Adapun data-data yang diperoleh tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu;

  1. Data primer yaitu data yang diperoleh dari subyek penelitian secara langsung serta hasil uji coba yang dilakukan peneliti terhadap obyek penelitian secara langsung.
  2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan baik buku-buku, kamus, majalah, surat kabar dan hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.
  1. Metode Analisis Data

Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, penyusun melakukan analisa. Data-data kwantitatif yang diperoleh dianalisa berdasarkan prosentase dan disampaikan secara deskriptif kwantitatif. Sedangkan data kwalitatif yang diperoleh dari wawancara disampaikan secara deskriptif kwalitatif untuk mendukung data kwantitatif. Penyampilan dilakukan dengan menggunakan pola berpikir deduktif. Pola berpikir deduktif ini adalah penjabaran atas sesuatu obyek tertentu secara umum kemudian ditarik ke yang bersifat khusus baik dalam bentuk kesimpulan atau lainnya. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha memaparkan hasil penelitian yang didapat melalui sumber datayang bersifat umum kemudian ditarik sebuah kesimpulan yang bersifat khusus.

  1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologis dan empiris. Pendekatan sosiologis merupakan pendekatan yang mengacu pada kondisi sosial dari suatu masyarakat. Sedangkan pendekatan empiris adalah pendekatan terhadap fakta-fakta yang terjadi di masyarakat.

 

  1. H.    Sistematika Pembahasan

Supaya hasil penelitian ini terarah dan dapat diperkirakan, maka diperlukan penyusunan sistematika pembahasan. Berikut adalah sistematika pembahasan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini.

Bab I yang merupakan pendahuluan memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Adapun bab II merupakan bab yang menjelaskan tentang arah kiblat dan permasalahannya. Dalam bab ini dijelaskan beberapa hal yang antara lain pengertian kiblat, proses penghitungan arah kiblat, praktik penghitungannya dilapangan, dan arah kiblat dalam teks dan konteks. Secara umum bab ini menjelaskan tentang teks-teks kewajiban menghadap kiblat dalam shalat serta konteksnya dalam masa kekinian dan khususnya di Indonesia yang disertai metode-metode pengukuran arah kiblat.

Bab III yang merupakan hasil penelitian menjelaskan tentang pandangan masyarakat muslim Kabupaten Bantul tentang arah kiblat dan data-data hasil observasi terhadap beberapa masjid yang dijadikan sample sebagai hasil praktik pemikiran masyarakat tersebut. Untuk penambahan kejelasan, dalam bab ini terlebih dahulu diuraikan kondisi sosial serta data geografis Kabupaten Bantul. Penguraian kondisi sosial dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang subyek penelitian dari masyarakat sedangkan data geografis dibutuhkan untuk membantu kejelasan praktik penentuan arah kiblat oleh masyarakat.

Bab IV merupakan bab akhir berisi penutup dan memuat kesimpulan dan saran-saran. Kesimpulan diarahkan sedemikian rupa untuk menjawab rumusan masalah yang terdapat pada Bab I.

BAB II

ARAH KIBLAT DAN PERMASALAHANNYA

 

  1. A.    Pengertian Arah Kiblat

Sebelum dijelaskan pengertian arah kiblat, perlu diketahui bahwa salah satu syarat sahnya shalat adalah menghadap ke arah kiblat. Oleh karena itu, umat Islam harus mengetahui pedoman yang digunakan untuk menentukan arah kiblat, baik untuk pelaksa­aan ibadah shalat maupun untuk pembangunan tempat-tempat ibadah mereka seperti masjid atau musholla selain tempat shalat pribadi yang ada di rumah masing-masing. Selain itu, menurut Sofwan Jannah (2004: 1), pengukuran arah kiblat yang tepat dapat juga dimanfaatkan untuk menetukan posisi makam atau kuburan umat Islam. Hal ini dikarenakan setiap orang Islam yang meninggal dunia disunnahkan penguburannya dalam posisi menghadap ke arah kiblat.

Realitas di lapangan ternyata posisi bangunan masjid dan musolla sering kali tidak searah dengan kiblat, sehingga dalam pelak­sanaan ibadah shalat berjamaah, ada beberapa ma’mum yang tidak menghadap ke arah kiblat secara tepat, terutama jamaah yang tidak dapat melihat petunjuk saf. Bukan hanya itu, ada juga beberapa jamaah yang shalat di masjid yang sudah dibangun searah dengan kiblat, ketika shalat masih menyerongkan diri ke kanan. Melihat kenyataan seperti ini, perlu dicari jalan keluarnya yang komprehensif agar masyarakat muslim secara keseluruhan mengetahui arah kiblat yang akurat dan benar sesuai penghitungan matematis modern dan dapat dilakukan secara sederhana. Hal ini harus diupayakan agar pelaksanaan ibadah shalat umat muslim dapat dilakukan dengan sesempurna mungkin sesuai perintah Allah SWT yang tersurat dalam al-Qur’an yaitu harus menghadap arah kiblat.

Masalah kiblat tiada lain adalah masalah arah, yakni arah Ka`bah di Makkah. Arah Ka`bah ini dapat ditentukan dari setiap titik atau tempat di permukaan Bumi dengan melakukan perhitungan dan pengukuran maka dari itu, perhitungan arah kiblat pada dasarnya adalah perhitungan untuk mengetahui guna menetapkan ke arah mana Ka’bah di Makkah itu dilihat dari suatu tempat di permukaan Bumi ini, sehingga semua gerakan orang yang sedang melaksanakan shalat, baik ketika berdiri, ruku’, maupun sujudnya selalu berimpit dengan arah yang menuju Ka’bah (Khazin, 2004: 49).

Kata kiblat sendiri dalam al-Qur’an disebut dengan al-Qiblah yang terulang sebanyak 4 kali. Dari segi bahasa, kata Qiblah ini terambil dari kata qabala-yaqbulu dan mempunyai arti menghadap (Azhari, 2004: 33). Sedangkan kata kiblat dalam bahasa Indonesia sebagaimana terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai arah ke Ka’bah di Makkah (khususnya pada waktu shalat). Di sisi lain, kiblat juga diartikan sebagai bangunan Ka’bah atau arah yang dituju kaum muslimin dalam melaksanakan sebagian Ibadah (Dahlan, 1997-III: 944).

Pada dasarnya menghadap kiblat dalam wacana fiqh merupakan syarat sahnya shalat (Rusyd, tt: 80). Oleh karena itu, umat Islam telah bersepakat bahwa menghadap kiblat dalam shalat merupakan syarat sahnya shalat, sebagaimana dalil-dalil syar’i yang ada. Syarat ini pun tidak dapat ditawar-tawar lagi kecuali dalam beberapa hal yaitu bagi mereka yang dalam keadaan ketakutan, keterpaksaan, sakit berat dan mereka yang ada di atas kendaraan (Zuhaily, 1991: 24). Bagi orang-orang di kota Makkah dan sekitarnya suruhan demikian ini tidak menjadi persoalan, karena dengan mudah mereka dapat melaksanakan perintah itu. Namun bagi orang-orang yang jauh dari Makkah tentunya timbul permasalahan tersendiri, terlepas dari perbedaan pendapat para ulama tentang cukup menghadap arahnya saja sekalipun kenyataannya salah, ataukah harus menghadap ke arah yang sedekat mungkin dengan posisi Ka’bah yang sebenarnya.

Pelaksanaan shalat orang-orang Islam di Suriname (φ = +04˚ 00′ dan l = -55˚ 00′ BB) ada yang menghadap ke arah Barat serong ke Utara dan ada pula yang menghadap ke arah Timur serong ke Utara. Hal demikian ini karena orang-orang Suriname yang berasal dari Indonesia berkeyakinan bahwa shalat itu harus menghadap ke Barat serong ke Utara, sebagaimana sewaktu mereka masih berada di Indonesia. Namun orang-orang yang sudah mengetahui arah kiblat yang sebenarnya mereka menghadap ke Timur serong ke Utara sebesar  (21˚ 43′ 50.80″ T-U) (Khazin, 2004: 50).

Selain pelaksanaan shalat yang telah disebutkan sebelumnya, ada sekelompok orang yang mengatakan bahwa arah kiblat bagi tempat-tempat yang berada di Timur Makkah menghadap ke Barat, arah kiblat bagi tempat-tempat yang berada di Selatan Makkah menghadap ke Utara, arah kiblat bagi tempat-tempat yang berada di Barat Makkah menghadap ke Timur, dan arah kiblat bagi tempat-tempat yang berada di Utara Makkah menghadap ke Selatan. Hal demikian karena mereka hanya melihat gambar atau peta bumi yang ada. Namun sebenarnya tidak mesti demikian. Misalnya arah kiblat untuk Sanfransisco ( φ = +37˚ 45′ LU dan l = -122˚ 30′ BB) sebesar 18˚ 45′ 38.11″ (U-T), artinya orang-orang Sanfransisco ketika melaksanakan shalat menghadap ke arah Utara serong ke Timur sebesar 18˚ 45′ 38.11″. Padahal Sanfransisco berada di sebelah Barat kota Makkah. Hal demikian ini dapat terjadi karena bentuk bumi yang bulat seperti bola yang kemudian dikatakan sebagai bola dunia (Khazin, 2004: 50).

Sementara yang dimaksud dengan arah kiblat menurut Khazin (2004:50) adalah arah atau jarak terdekat sepanjang lingkaran besar yang melewati kota Makkah (Ka’bah) dengan tempat kota yang bersangkutan. Dengan demikian tidak dibenarkan, misalkan orang-orang Jakarta melaksanakan shalat menghadap ke arah Timur serong ke Selatan sekalipun bila diteruskan juga akan sampai ke Makkah, karena arah atau jarak yang paling dekat ke Makkah bagi orang-orang Jakarta adalah arah Barat serong ke Utara sebesar 24˚ 12′ 13.39″ (B-U).

 

  1. B.     Dalil Syar’i

Dari keterangan para ulama dalam berbagai buku fiqh terdapat keseragaman bahwa yang dimaksud kiblat adalah arah yang menunjuk arah Ka’bah yang berada di Masjid al-Haram kota Makkah (Jannah, 2004: 2). Hal ini didasarkan pada;

  1. Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah (2): 149:

 

 

 

 

 

 

Artinya:

Dan darimana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. (Dahlan, 2000: 41)

 

  1. Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah (2): 150:

 

 

 

 

 

 

Artinya:

Dan darimana saja kamu keluar (datang) maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, dan dimana saja kamu semua berada maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang dzalim di antara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka, dan takutlah kepada Ku. Dan agar Ku sempurnakan ni’matKu atas kamu, dan supaya kamu mendapat petunjuk. (Dahlan, 2000: 41)

  1. Hadis Rasulullah saw riwayat Bukhari-Muslim dari Abu Hurair­ah r.a.:

 

 

 

 

Apabila kamu hendak shalat, maka sempurnakanlah berwudu, lalu menghadap kiblat, kemudian takbir (shalat).

 

 

 

 

  1. Hadis riwayat Bukhari-Muslim dari Ibnu Abbas r.a.:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artinya:

Ketika Nabi saw masuk ke dalam Baitullah, beliau ber­do’a  di setiap sudut-sudutnya dan tidak shalat sehingga beliau keluar dari Baitullah, setelah keluar beliau shalat dua raka’at dengan mengadap (di hadapan) Ka’bah, dan (Nabi saw) bersabda: ini adalah kiblat.

 

  1. Hadis riwayat Muslim dari Anas bin Malik sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artinya:

Bahwa Rasulullah SAW (pada suatu hari) sedang shalat dengan menghadap Baitul Maqdis, kemudian turunlah ayat “Sesungguhnya Aku melihat mukamu sering menengadah ke langit, maka sungguh Kami palingkan mukamu ke kiblat yang kamu kehendaki. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram”. Kemudian ada seseorang dari bani Salamah bepergian, menjumpai sekelompok shahabat sedang ruku’ pada shalat fajar. Lalu ia menyeru “Sesungguhnya kiblat telah berubah”. Lalu mereka berpaling seperti kelompok Nabi, yakni ke arah kiblat.

 

  1. Hadis riwayat At-Tirmidzi dan Ibn Majah dari Abu Hurairah sebagai berikut:

 

 

Antara Timur dan Barat terdapat kiblat.

 

  1. Hadis riwayat Baihaqi dari Abu Hurairah sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

Artinya:

Baitullah adalah kiblat bagi orang-orang di Masjidil Haram. Masjidil Haram adalah kiblat bagi orang-orang penduduk tanah haram (Makkah). dan tanah haram adalah kiblat bagi semua umatku di bumi, baik di Barat ataupun di Timur.

 

  1. Hadis riwayat Tirmidzi dari Abdullah bin Amir sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

Artinya:

Bahwa Kami pernah bepergian bersama Nabi pada malam yang gelap sehingga kami tidak mengetahui kemana arah kiblat. Kemudian kami melakukan shalat menurut keyakinannya. Setelah pagi hari kami menuturkan hal demikian itu kepada Nabi, lalu turun ayat “Kemana saja Kalian menghadap, di sanalah Dzat Allah.

 

Atas dasar ayat al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw tersebut di atas, ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa kiblat adalah Ain al-Ka’bah (Ka’bahnya sendiri). Oleh karena itu, orang yang akan melakukan shalat harus berusaha dengan maksimal untuk mengetahui arah ain al-Ka’bah, baik berada di daerah yang dekat dengan Ka’bah maupun yang jauh dari Ka’bah.

Ulama Hanafiah dan Malikiah berpendapat bahwa. bagi yang shalat di Masjidil Haram harus langsung menghadap ke arah ain al-Ka’bah, sedangkan bagi yang jauh cukup menghadap ke arah Jihat al-Ka’bah, hal ini karena menentukan arah ke ain al-Ka’bah bagi yang jauh dari Ka’bah merupakan kesulitan (masaqqah).

Dengan mengesampingkan perbedaan pendapat menghadap ke ain al-Ka’bah atau ke jihat al-Ka’bah, perlu diperhatikan hadis dari Ibnu Abbas r.a. yang menunjukkan betapa pentingnya usaha untuk mengetahui arah kiblat yang sesungguhnya (ain al-Ka’bah) agar dalam melaksanakan shalat dapat dilakukan dengan sempurna. Apalagi keadaan sekarang, berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi penentuan arah kiblat bukan merupakan masaqqah, tetapi dapat dilakukan hampir oleh setiap orang, asal ada kemauan untuk berupaya mengetahui posisi kiblat tersebut (Jannah, 2004: 3).

Di sisi lain, menurut Khazin (2004: 53-54) berdasarkan dalil-dalil di atas dapat diketahui bahwa:

  1. Mengadap kiblat merupakan suatu keharusan bagi orang yang melaksanakan shalat, sehingga para ahli fiqh (hukum Islam) besepakat mengatakan bahwa menghadap kiblat merupakan syarat sahnya shalat. Oleh karena itu tidak sah shalat seseorang tanpa menghadap kiblat.
  2. Ka’bah merupakan kiblat bagi orang-orang yang melaksanakan shalat di Masjidil Haram (masjid di sekeliling Ka’bah di Makkah). Masjidil Haram merupakan kiblat bagi orang yang shalat di Makkah dan sekitarnya. Kota Makkah merupakan kiblat bagi orang yang melaksanakan shalat jauh dari kota Makkah.
  3. Bila dalam keadaan bingung sehingga tidak mengetahui arah kiblat, cukup menghadap kemana saja yang diyakini bahwa arah yang demikian itu adalah arah kiblat.

 

  1. C.    Penghitungan Arah Kiblat antara Teks dan Konteks

Dalam lintasan sejarah cara penentuan arah kiblat di Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan kualitas dan kapasitas intelektual di kalangan kaum muslimin sendiri. Perkembangan penentuan arah kiblat ini dapat dilihat dari perubahan besar di masa KH. Ahmad Dahlan atau dapat dilihat pula dari alat-alat yang dipergunakan untuk mengukurnya seperti miqyas, tongkat istiwa’, rubu’ mujayyab, kompas, dan theodolit. Selain itu sistem yang dipergunakan mengalami perkembangan pula, baik mengenai data koordinat maupun mengenai sistem ilmu ukurnya (Azhari, 2004: 37).

Sekarang ini perkembangan teknologi telah berjalan dengan pesat. Metode yang digunakan untuk pengukuran arah kiblat juga semakin canggih. Secara umum, metode pengukuran arah kiblat saat ini ada dua macam yaitu memanfaatkan bayang-bayang arah kiblat dan memanfaatkan arah Utara geografis (true north) (Widiana, 1995: 1).

Dalam ketentuan teks sebagaimana dalil-dalil syar’i seperti di atas, istinbath hukum yang dilakukan para ulama’ sebenarnya menimbulkan beberapa persoalan hukum (Azhari, 2004: 38). Di antara persoalan tersebut adalah pertanyaan apakah yang dimaksud dengan Masjidil Haram dalam al-Qur’an? Dalam literatur klasik, menurut Shabuni (tt: 111), kata Masjidil Haram memiliki beberapa makna yaitu;

  1. Ka’bah
  2. Masjidil Haram secara keseluruhan
  3. Makkah Mukarramah
  4. Tanah Haram secara keseluruhan

Di sisi lain, terdapat kelompok dari kaum muslimin yang mengatakan bahwa arah yang dimaksud kiblat adalah ain al-Ka’bah (Ka’bah itu sendiri). Oleh karena itu jika melaksanakan ibadah shalat harus menghadap secara persis ke arah Ka’bah secara geografis.

  1. D.    Dasar-Dasar Perhitungan Arah Kiblat

Terlepas dari wacana di atas, mengingat bahwa setiap titik di permukaan bumi ini berada di permukaan bola Bumi, maka perhitungan arah kiblat umumnya dapat dilakukan dengan Ilmu Ukur Segitiga Bola (Spherical Trigonometri). Demi ketelitian hasil perhitungan yang dilakukan, maka perhitungan dilakukan dengan alat bantu mesin hitung atau kalkulator.

Untuk perhitungan arah kiblat, dengan ilmu ukur segitiga bola (Spherical Trigonometri), menurut Khazin, (2004: 54) ada 3 buah titik yang diperlukan, yaitu:

  1. titik A, terletak di Ka`bah (f = +21° 25’ dan l = 39° 50’ (BT).
  2. titik B, terletak di lokasi yang akan dihitung arah kiblatnya.
  3. titik C, terletak di titik kutub Utara.

Titik A dan titik C adalah dua titik yang tidak berubah, karena titik A tepat di Ka’bah dan titik C tepat di kutub Utara.  Sedangkan titik B senantiasa berubah tergantung pada tempat mana yang dihitung arah kiblatnya, misalnya kota Yogyakarta (f = -7˚ 48″  l = 110˚ 21′).

 

Gambar 1

Penjelasam Gambar 1

Ketiga sisi segitiga ABC di samping ini diberi nama dengan huruf kecil dari nama sudut di depannya,sehingga :

v  Sisi BC disebut sisi a karena di depan sudut A

v  Sisi AC disebut sisi b  karena di depan sudut B

v  Sisi AB disebut sisi c karena di depan sudut C

Bila ketiga titik tersebut dihubungkan dengan garis lengkung, maka terjadilah segitiga bola  ABC seperti gambar di bawah ini;

 

C

A

B

a

b

c

 

 

 

 

 

 

 

NB:Titik A adalah Posisi Makkah (Ka’bah), titik B adalah posisi kota Yogyakarta, dan titik C adalah kutub Utara.

Dengan gambar di atas, dapatlah diketahui bahwa yang dimaksud dengan perhitungan arah kiblat adalah suatu perhitungan untuk mengetahui berapa besar nilai sudut B,  yakni sudut yang diapit oleh sisi a dan sisi c.

Pembuatan gambar segitiga bola seperti ini berguna untuk membantu menentukan nilai arah kiblat bagi suatu tempat (kota) dihitung dari suatu titik mataangin ke arah mataangin lainnya, misalnya dihitung dari titik Utara ke Barat (U-B).

Untuk perhitungan arah kiblat, hanya diperlukan dua data tempat, yaitu data lintang dan bujur Ka`bah serta data lintang dan bujur tempat lokasi atau kota yang dihitung arah kiblatnya.

Adapun Lintang Tempat Ka`bah (f) =  21° 25’ (LU) dan Bujur Tempat Ka’bah (λ) =  39° 50’ (BT). Sedangkan data Lintang Tempat dan Bujur Tempat untuk lokasi atau kota yang akan dihitung arah kiblatnya dapat di ambil dari daftar yang telah ada, atau dicari dengan GPS atau dihitung secara manual.

 

  1. E.     Cara Mengetahui Arah Kiblat

Menentukan arah kiblat hanya masalah arah yaitu ke arah Ka’bah (Baitullah) di kota Makkah yang dapat diketahui dari setiap titik di permukaan bumi ini, dengan berbagai cara yang nyaris dapat dilakukan oleh setiap orang. Adapun untuk mengetahui arah kiblat menurut Khazin (2004: 55) dapat dilakukan dengan 3 macam cara, yaitu:

  1. Mengamati ketika matahari tepat berada di atas Ka’bah.
  2. Melakukan suatu perhitungan arah kiblat dengan ilmu ukur segi tiga bola (Spherical trigonometri).
  3. Mengamati atau memperhatikan pada saat bayangan matahari (terhadap suatu benda tegak) se arah dengan arah kiblat.

Cara yang pertama dapat dilakukan oleh setiap orang, tanpa harus mengetahui koordinat (lintang dan bujur) tempat yang akan dicari arah kiblatnya, tetapi cukup menunggu kapan saatnya posisi matahari tepat berada di atas Ka’bah.

Tentang posisi matahari tepat berada di atas Ka’bah menurut Jannah (2004: 6) menjelaskan bahwa hal itu akan terjadi jika lintang Ka’bah sama dengan deklinasi matahari, maka pada saat itu matahari berkulminasi tepat di atas Ka’bah. Adapun posisi tersebut akan terjadi dalam satu tahun sebanyak dua kali, yaitu pada setiap tanggal 27 Mei (tahun Kabisat) atau 28 Mei (tahun pendek/basitah) jam 11 57 LMT dan pada tanggal 15 Juli (tahun Kabisat) atau 16 Juli (tahun pendek/basitah) jam 12 06 LMT. karena pada kedua tanggal dan jam tersebut besaran deklinasi matahari hampir sama dengan lintang Ka’bah tersebut. Dengan demikian apabila waktu Makkah (LMT) tersebut dikonversi menjadi waktu Indonesia bagian Barat (WIB), maka harus ditambah dengan 4 jam 21 menit sama dengan jam 16 18 WIB dan 16 27 WIB. Oleh karena itu, masyarakat Islam dapat mengecek arah Kiblat setiap tanggal 27 atau 28 Mei jam 16 18 WIB, karena semua bayangan matahari akan searah dengan arah kiblat, demikian pula pada setiap tanggal 15 atau 16 Juli jam 16 27 WIB. Dengan pedoman bayangan matahari pada kedua tanggal tersebut merupakan cara yang praktis dan dapat dilakukan oleh setiap orang. Oleh karena itu mengecek kembali tempat ibadah apakah sudah sesuai dengan arah kiblat yang benar dapat dilakukan saat itu. Yaitu bayangan matahari pada setiap tanggal 27 atau 28 Mei  jam 16 18 WIB. dan setiap tanggal 15 atau 16 Juli jam 16 27 WIB. Berdasarkan hal ini maka untuk tanggal 28 Mei 2005 terjadi pada hari Sabtu Kliwon, sedangkan tanggal 16 Juli 2005 terjadi pada hari Sabtu Wage.

Berdasarkan pengukuran terakhir dengan alat GPS (Gelobal Positioning Satelit), yaitu  suatu alat ukur koordinat dengan bantuan satelit untuk mengetahui lintang, bujur ketinggian tempat, jarak dan sebagainya. Data posisi Ka’bah dengan GPS berada pada lintang:  21 ° 25′ 14.7″, dan pada bujur: 39° 49′ 40.0″, maka menurut teori yang sudah dibuktikan berulang-ulang posisi matahari akan berada di atas Ka’bah pada saat deklinasi matahari sama dengan lintang Ka’bah tersebut.

Adapun cara yang kedua untuk menentukan arah kiblat yaitu dengan ilmu ukur segi tiga bola.

Perhitungan arah kiblat dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

                       cotan b  sin a

cotan B  =   ──────────   ─   cos a   cotan C

sin C

 

 

Dengan rumus di atas diperlukan 3 unsur,  yaitu :

  1. a adalah jarak antara titik kutub Utara sampai garis lintang yang melewati tempat/kota yang dihitung arah kiblatnya, sehinga dapat dirumuskan :
   a =  90° ─  f kota ybs
  1. b adalah jarak antara titik kutub Utara sampai garis lintang yang melewati Ka’bah (f = 21˚ 25″), sehinga dapat dirumuskan :
   b =  90° ─  21˚ 25′

(sisi b ini harganya tetap, yaitu  68° 35’ )

  1. C adalah jarak bujur atau fadhlut thulain antara bujur tampat yang dihitung arah kiblatnya dengan bujur Ka`bah ( 39° 50’ ), sehingga :

jika λ =   00º 00’ s/d   39º 50’ BT maka C =  39º 50’ ─ λ

jika λ =   39º 50’ s/d 180º 00’ BT maka C =  λ ─ 39º 50’

jika λ =   00º 00’ s/d 140º 10’ BB maka C =  λ + 39º 50’

jika λ = 140º 10’ s/d 180º 00’ BB maka C = 180 ─ λ + 140 : Khazin, (2004: 56) º 10’

Dengan menggunakan rumus-rumus dan dasar-dasar dapat dilakuikan perhitungan arah kiblat kota bantul. Perhitungan arah kiblat untuk kota Bantul.

Data  :       1.  Ka`bah Þ  Lintang            =   21° 25’   ( LU )

Bujur               =   39° 50’   ( BT )

2.  Bantul  Þ              Lintang            =  -07° 56’   ( LS )

Bujur              =  110° 20’  ( BT )

Maka unsurnya  adalah:

  1. a  =    90° – (-07° 56’)               =  97° 56’
  2. b  =    90° – 21° 25’       =  68° 35’
  3. C  =  110° 20’ – 39° 50’ =  70° 30’

Perhitungannya :

cotan 68° 35’ x  sin 97° 56’

cotan B  =  ────────────────   ─  cos 97° 56’ x  cotan 70° 30’

sin  70° 30’

 

0,39223131639  x  0,99042933362

=   ─────────────────  –  -0.13802077779  x  0,35411857253

0,94264149109

 

=     0,412115746  –  -0,04887572081

 

=     0,46099146681

 

B  =    65° 15’ 2.53”  (U – B)  atau  24° 44’ 57.47”   (B – U)

 

Dengan perhitungan di atas, dapatlah diketahui bahwa arah kiblat kota Bantul adalah 65° 15’ 2.53” dari titik Utara (sejati) ke arah Barat atau  24° 44’ 57.47” dari titik Barat ke arah Utara.sehingga Azimuth kota bantul 360° – 65° 15’ 2.53” = 294° 44’ 57.47”.

Setelah perhitungan arah kiblat didapatkan,  (misalnya  24° 44’ 57.47” untuk Bantul), maka pengukuran arah kiblat dilapangan menurut dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Memilih tempat yang datar dan rata
  2. Menentukan titik arah Utara dan titik arah Selatan sejati, baik dengan kompas ataupun sinar matahari. Kemudian kedua arah itu diberi tanda titik. Bila penentuan titik Utara dengan kompas, maka perlu diperhatikan variasi magnit. Untuk Bantul sebesar –0º 45’. Artinya titik Utara magnit (kompas) berada di sebelah Timur Utara sejati sebesar 0º 45’. Kedua titik tsb (no.2) dihubungkan dengan tali atau benang, sehingga terbuatlah garis lurus yang menunjukkan titik arah Utara dan titik arah Selatan.
  3. Pada garis atau benang ini (no.3) dibuat sebuah titik  (misalnya titik  P ).
  4. Dari titik P ini (no.4) ditarik garis lurus ke arah titik Barat (tegak lurus dengan garis Utara-Selatan (no.3), kemudian diberi tanda, misalnya titik B, sehingga terjadi garis lurus PB
  5. Pada garis PB ini (no.5) diukur dari titik P sepanjang satu meter (misalnya);  kemudian diberi titik C.
  6. Dari titik C (no.6) dibuat garis yang tegak lurus dengan garis PB (no.6) ke arah Utara.
  7. Pada garis yang ditarik dari titik C tsb. (no.6) diukur sepanjang  tangens arah kiblat nya  (Misalnya untuk Bantul 24° 44’ 57.47” =  0.46  meter). Kemudian diberi titik  K.
  8. Antara titik K (no.8)  dengan titik P (no.4) dibuat garis lurus sehingga terjadi garis PK. Garis lurus PK inilah yang menunjukkan arah kiblat untuk kota Bantul.
  9. Kemudian apabila akan membuat garis-garis shaf, maka dapat dibuat garis-garis yang tegak lurus pada garis yang menunjukkan arah kiblat tsb (no.9).

Untuk lebih jelasnya, dapat diperhatikan gambar 2 berikut ini.

Gambar 2

 

Shaf

Shaf

Shaf

B

P

C

K

Ka’bah

Utara

Selatan

 

 

 

 

 

 

 

 

Catatan:

Kompas adalah alat penunjuk arah mata angin oleh jarum yang ada padanya. Jarum kompas ini terbuat dari logam magnetis yang dipasang sedemikian rupa sehingga dengan mudah bergerak menunjukkan arah Utara. Hanya saja arah Utara yang ditunjukkan olehnya bukan arah Utara sejati (titik kutub Utara), sehingga untuk mendapatkan arah Utara sejati perlu ada koreksi deklinasi kompas terhadap arah jarum kompas. Deklinasi kompas itu sendiri selalu berubah-ubah tergantung pada posisi tempat dan waktu. Oleh karenanya, pengukuran arah kiblat dengan kompas seperti ini memerlukan extra hati-hati dan penuh kecermatan, meningat jarum kompas itu kecil dan peka terhadap daya magnet.

Menentukan titik Barat dan Timur dengan Sinar Matahari dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

  1. Memilih tempat yang datar dan terbuka.
  2. Membuat sebuah lingkaran di tempat itu dengan jari-jari sekitar 0.5 meter.
  3. Menancapkan sebuah tongkat lurus setinggi sekitar 1.5 meter tegak lurus tepat di tengah lingkaran itu.
  4. Memberi tanda titik B pada titik perpotongan antara bayangan tongkat itu dengan garis lingkaraan sebelah Barat (ketika bayangan sinar matahari mulai masuk lingkaran). Titik B ini terjadi sebelum waktu dhuhur.
  5. Memberi tanda titik T pada titik perpotongan antara bayangan tongkat itu dengan garis lingkaraan sebelah Timur (ketika bayangan sinar matahari keluar lingkaran). Titik T ini terjadi sesudah waktu dhuhur.
  6. Menghubungkan titik B dan titik T tersebut dengan garis lurus atau tali.
  7. Titik B merupakan titik Barat dan titik T merupakan titik Timur, sehingga sudah didapatkan garis lurus yang menunjukkan arah Barat dan Timur.
  8. Membuat garis ke arah Utara tegak lurus pada garis Barat-Timur tadi, maka garis ini menunjukan Titik Utara sejati.

Untuk menentukan arah Utara sejati dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini;

U

B

U

Gambar 3

 

 

 

 

 

 

 

Pengukuran arah kiblat dengan mengambil bayangan matahari di jalur ka’bah.

Ketika matahari berada di jalur ka’bah bayangan matahari berimpit dengan arah menuju ka’bah dari suatu tempat sehingga bayangan matahari yang di timbnulkan oleh benda yang berdiri tegak itulah menunjukkan arah kiblat. Posisi seperti ini dapart diperhitungkan kapan terjadinya.

Perhitungan ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut;

  1. menentukan lokasi tempat yang akan diukur berapa lintang dan bujur.
  2. menghitung arah kiblat.
  3. menentukan tanggal untuk diketahui data deklinasi matahari dan Equation of timenya.
  4. menghitung dengan rumus

Rumus :

Cotan P = cos b tan Az

Cos (C-P) = cotan a tan b cos P

C = (C-P) + P

Bayangan = C : 15 + MP

Keterangan :

P = sudut Pembantu.

C = Sudut waktu matahari,yakni busur garis edar harian matahari antara lingkaran meridian dengan titik pusat matahari yang sedang membuat bayang-bayang menuju arah kiblat.

Unsur :

Az  = azimut arah kiblat. Yaitu besarnya sudut yang diukur dari titik Utara ke arah Barat atau Timur sampai garis  yan g menuju ke arah kiblat, sehingga :

Jika arah kiblat U ke B / T maka Az = 00˚  + arah kiblat.

Jika arah kiblat S ke B / T maka Az = 180˚  – arah kiblat.

Jika arah kiblat  B / T ke Umaka Az = 90˚  – arah kiblat.

Jika arah kiblat  B / T ke S maka Az = 00˚  + arah kiblat.

a = jarak antara kutub Utara dengan Deklinasi matahari di ukur sepanjang lingkaran deklinasi. Besarnya a ini di hitung dengan rumus a = 90˚ – δ8

b = jarak antara kutup utara dengan zenit besarnya b ini ndi hitung dengan rumus b = 90˚ – φ

Mp = Meridian Pass waktu pada saart matahari tepat di titik kulminasi atas atau tepat di meridian langit.

Intr = interpolasi waktu, selisih waktu antara dua tempat

Contoh : bayangan arah kiblat untuk kota bantul  pada tanggal 2 Mei.

Lintang tempat                  = -07˚ 56’

Bujur tempat (l)               = 110˚ 22’

Arah kiblat                        = 24˚  45’ 07.2”

Deklinasi matahari (δ8)    = 15˚  28’ 02”

Equeation of time (e)        = 00˚  03’ 02”

Unsur :

Az = 90 – arah kiblat        = 90 – 24˚  45’ 07.2”   = 65˚ 14’ 52.8”

a    = 90 – δ8                     =90 –15˚  28’ 02”        = 74˚ 31’ 58”

b    = 90 – φ                       = 90 –  ( -07˚ 56)         = 97˚ 56’

MP            = 12 – e                       = 12- 00j 03m 02d            = 11j 56m 58d

Intr            = (l  – l D)                  = (110˚ 20’ – 105 ) : 15= 00j 21m 20d

Perhitungan :

cotan P          =      cos b tan Az

P                    =      cos 97˚ 56 x tan 65˚ 14’ 52.8”

P                    =      -0.29936272604

P                    =      -73˚  20’3.34”

cos (C-P)       =      cotan a tan b cos P

cos (C-P)       =      cotan 74˚ 31’ 58” x tan 97˚ 56’ x cos -73˚ 20’ 3.34”

cos (C-P)       =      -0,56945862514

(C – P)           =      124˚ 42’ 44,94”

C                   =      ( C – P) + P

C                   =      124˚ 42’ 44.94” +  -73˚  20’3.34”

C                   =      51˚  22’ 41.6”

Bayangan      =      C : 15 + MP-73˚  20’3.34”

=      51˚  22’ 41.6” : 15 + 11j 56m 58d

=      15j 22m 28.77d  ( LMT)

Interpolasi     =      00j 21m 20d

=      15j 1m 08.77d  ( WIB )

Jadi pada tanggal 02 Mei jam semua bayangan benda tegak di kota bantul telah menunjukkan arah kiblat.

 

 

 

  1. F.     Pengukuran Arah Kiblat dengan Theodolit

Untuk pengukuran arah kiblat dengan theodolit ini, Khazin (2004: 63) menjelaskan bahwa hal itu dapat dilakukan sebagai berikut;

  1. Langkah persiapan:

Pengukuran arah kiblat untuk suatu tempat atau kota dengan theodolit dan data astronomis “Ephemeris Hisab Rukyat“, maka yang dilakukan terlebih dahulu adalah:

a)      Menentukan kota yang akan diukur arah kiblatnya.

b)      Menyiapkan data Lintang Tempat ( φ ) dan Bujur Tempat ( l ).

c)      Melakukan perhitungan arah kiblat untuk tempat yang bersangkutan. Data arah kiblat hendaklah diukur dari titik Utara ke Barat (U-B).

d)     Menyiapkan data astronomis “Ephemeris Hisab Rukyat” pada hari atau tanggal pengukuran.

e)      Membawa jam penunjuk waktu yang akurat.

f)       Menyiapkan Theodolit.

  1. Langkah pelaksanaan

Setelah segala sesuatu yang diperlukan seperti di atas sudah tersedia maka pengukuran arah kiblat dengan theodolit dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a)      Memasang theodolit pada penyangganya.

b)      Memeriksa waterpass yang ada padanya agar theodolit apakah benar-benar datar.

c)      Memberi tanda atau titik pada tempat berdirinya theodolit (misalnya T)

d)     Membidik matahari dengan theodolit. Karena sinar matahari sangat kuat, sehingga dapat merusak mata oleh karenanya, diperlukan langkah-langkah untuk menghindarinya dengan hati-hati.

e)      Memasang filter pada lensa theodolit sebelum digunakan untuk membidik matahari.

f)       Mengunci theodolit (dengan skrup horizontal clamp dikencangkan) agar tidak bergerak.

g)      Menekan tombol “0-Set” pada theodolit, agar angka pada layar (HA = Horizontal Angle) menunjukkan 0 (nol).

h)      Mencatat waktu ketika membidik matahari tersebut jam berapa (W). Akan lebih baik dan memudahkan perhitungan selanjutnya apabila pembidikan matahari dilakukan tepat jam. (misalnya 09.00 WIB tepat).

i)        Mengkonversi waktu yang dipakai dengan GMT, misalnya WIB dikurangi 7 jam.

j)        Melacak nilai Deklinasi Matahari (δ8) pada waktu hasil konversi tersebut (GMT) dan nilai Equation of Time (e) saat Mmahari berkulminasi (misalnya pada jam 5 GMT) dari Ephemeris.

k)      Menghitung waktu Meridian Pass (MP) pada hari itu dengan rumus :

MP =  ((105 ─ l) : 15) + 12 ─ e

l)        Menghitung Sudut Waktu (to) dengan rumus :

to =  (MP ─ W) x 15

m)    Menghitung Azimuth Matahari (Ao) dengan rumus :

 cotg Ao = [((cos φ  tan δ8) : sin to) ─ (sin l : tan to)]

[…] = harga mutlak

Dengan demikian arah kiblat (AK) dengan theodolit adalah :

  1. Jika Deklinasi Matahari (δ8) positif (+) dan pembidikan dilakukan sebelum Matahari berkulminasi maka AK = 360 ─ A8 ─ Q
  2. Jika Deklinasi Matahari (δ8) positif (+) dan pembidikan dilakukan sesudah Matahari berkulminasi maka AK =  A8 ─ Q
  3. Jika Deklinasi Matahari (δ8) negatif (-) dan pembidikan dilakukan sebelum Matahari berkulminasi maka AK = 360 ─ (180─A8) ─ Q
  4. Jika Deklinasi Matahari (δ8) negatif (-) dan pembidikan dilakukan sesudah Matahari berkulminasi maka AK = 180 ─ Ao ─ Q

n)      Membuka kunci horizontal tadi (kendurkan skrup horizontal clamp)

  • o)      Memutar theodolit sedemikian rupa hingga layar theodolit menampilkan angka senilai hasil perhitungan AK tersebut.

p)      Apabila theodolit diputar ke kanan (searah jarum jam) maka angkanya semakin membesar (bertambah). Sebaliknya jika theodolit diputar ke kiri (anti jarum jam) maka angkanya semakin mengecil (berkurang).

q)      Menurunkan sasaran theodolit sampai menyentuh tanah pada jarak sekitar 5 mater dari theodolit. Kemudian berilah tanda atau titik pada sasasan itu, misalnya titik Q.

r)       Menghubungkan antara titik sasaran (Q) tesebut dengan tempat berdirinya Theodolit (T) dengan garis lurus atau benang.

Dari langkah-langkah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa garis atau benang antara (Q) dan (T) adalah arah kiblat untuk tempat yang bersangkutan.

  1. Contoh

Lokasi yang diukur     :     Yogyakarta

Lintang Tempat (φ)     :     -07˚ 48′ (LS)

Bujur Tempat (l)        :     110˚ 21′ (BT)

Arah Kiblat (Q)           :     65˚ 17′ 13.66 (U-B)

Tanggal pengukuran    :     22 Pebruari 2004.

Pembidikan dilakukan pada jam 09:00 WIB atau 02:00 GMT.

Deklinasi Matahari (δ8) jam 02:00 GMT         =      -10˚ 29′ 03″

Equation of Time (e) jam 05 GMT                   =      -00j 13m 38d

MP                =    ((105 – l) : 15) + 12 ─ e

((105 – 110˚ 21′) : 15) + 12 ─ -00j 13m 38d

MP                =    11j 52′ 14″

Sudut Waktu (to)      =    (MP ─ W) x 15

(11j 52m 14d ─ 09j 00m) x 15

to                   =    43˚ 03′ 30″

Azimuth (A8)

cotg A8    =  [((cos φ  tan δ8) : sin to) ─ (sin φ : tan to)]

[cos – 07˚ 48′ x tan –10˚ 29′ 03″ : sin 43˚ 03′ 30″ ─

sin – 07˚ 48′ : tan 43˚ 03′ 30″]

-0.26853616 ─ -0.14524038 : -0.12329577

A8            =  82˚ 58′ 16.13″ (harga mutlak)

Arah Kiblat pada theodolit (AK)

Karena pada waktu itu Deklinasi Matahari (δ8) positif (+) dan pembi-dikan dilakukan sebelum Matahari berkulminasi maka :

AK      =    360 ─ A8 ─ Q

360 ─ 82˚ 58′ 16.13 ─ 65˚ 17′ 13.66

AK      =    211˚ 44′ 30.21”

Kemudian Theodolit diputar sedemikian rupa hingga layar theodolit (HA) menampilkan angka 211˚ 44′ 30.21”

Untuk kota-kota di Daerah Istimewa Yogyakarta yang termuat dalam buku Daftar Lintang dan Bujur Kota-Kota Penting di Dunia untuk Yogyakarta, Bantul, Sleman, Wonosari, Wates, Kalasan, Prambanan, dan Kota Gede. Data tersebut tidak mustahil ada koreksi seperti yang terjadi pada lintang dan bujur kota Makkah. Di samping itu, kota-kota kecamatan yang lain perlu dilakukan pengukuran sendiri. Oleh karena itu, untuk kepentingan pengukuran arah kiblat sehingga dibutuhkan alat yang canggih yaitu GPS (Jannah, 2004: 06).

 

BAB III

PANDANGAN DAN PRAKTIK ARAH KIBLAT

MASYARAKAT MUSLIM KABUPATEN BANTUL

 

A.    Kondisi Soiografis Kabupaten Bantul

Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari empat kabupaten dan satu kotamadya di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Apabila dilihat bentang alamnya secara makro, wilayah Kabupaten Bantul terdiri dari daerah dataran yang terletak pada bagian tengah dan daerah perbukitan yang terletak pada bagian Timur dan Barat, serta kawasan pantai di sebelah Selatan. Kondisi bentang alam tersebut relatif membujur dari Utara ke Selatan.

Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07º44’04″ – 08º00’27″ Lintang Selatan (LS) dan 110º12’34’’- 110º31’08″ Bujur Timur (BT). Di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gunungkidul, di sebelah Utara berbatasan dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, dan di sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.

Secara sosial pemerintahan, Bantul memang tidak bisa dilepaskan dari sejarah Yogyakarta sebagai kota perjuangan dan sejarah perjuangan Indonesia pada umumnya. Bantul menyimpan banyak kisah kepahlawanan. Antara lain, perlawanan Pangeran Mangkubumi di Ambar Ketawang dan upaya pertahanan Sultan Agung di Pleret. Perjuangan Pangeran Diponegoro di Selarong. Kisah perjuangan pioner penerbangan Indonesia yaitu Adisucipto, pesawat yang ditumpanginya jatuh ditembak Belanda di Desa Ngoto. Sebuah peristiwa yang penting dicatat adalah Perang Gerilya melawan pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman (1948) yang banyak bergerak di sekitar wilayah Bantul. Wilayah ini pula yang menjadi basis, “Serangan Oemoem 1 Maret” (1949) yang dicetuskan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Awal mula pembentukan wilayah Kabupaten Bantul adalah perjuangan gigih Pangeran Diponegoro melawan penjajah bermarkas di Selarong sejak tahun 1825 hingga 1830. Seusai meredam perjuangan Diponegoro, Pemeritah Hindia Belanda kemudian membentuk komisi khusus untuk menangani daerah Vortenlanden yang antara lain bertugas menangani pemerintahan daerah Mataram, Pajang, Sokawati, dan Gunung Kidul. Kontrak kasunanan Surakarta dengan Yogyakarta dilakukan baik hal pembagian wilayah maupun pembayaran ongkos perang, penyerahan pemimpin pemberontak, dan pembentukan wilayah administratif.

Tanggal 26 dan 31 Maret 1831 Pemerintah Hindia Belanda dan Sultan Yogyakarta mengadakan kontrak kerja sama tentang pembagian wilayah administratif baru dalam Kasultanan disertai penetapan jabatan kepala wilayahnya. Saat itu Kasultanan Yogyakarta dibagi menjadi tiga kabupaten yaitu Bantulkarang untuk kawasan Selatan, Denggung untuk kawasan Utara, dan Kalasan untuk kawasan Timur. Menindaklanjuti pembagian wilayah baru Kasultanan Yogyakarta, tanggal 20 Juli 1831 atau Rabu Kliwon 10 sapar tahun Dal 1759 (Jawa) secara resmi ditetapkan pembentukan Kabupaten Bantul yang sebelumnya di kenal bernama Bantulkarang. Seorang Nayaka Kasultanan Yogyakarata bernama Raden Tumenggung Mangun Negoro kemudian dipercaya Sri Sultan Hamengkubuwono V untuk memangku jabatan sebagai Bupati Bantul.

Tanggal 20 Juli ini lah yang setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten Bantul. Selain itu tanggal 20 Juli tersebut juga memiliki nilai simbol kepahlawanan dan kekeramatan bagi masyarakat Bantul mengingat Perang Diponegoro dikobarkan tanggal 20 Juli 1825.Pada masa pendudukan Jepang, pemerintahan berdasarkan pada Usamu Seirei nomor 13 sedangakan stadsgemente ordonantie dihapus. Kabupaten Memiliki hak mengelola rumah tangga sendiri (otonom).

Kemudian setelah kemerdekaan, pemerintahan ditangani oleh Komite Nasional Daerah untuk melaksanakan UU No 1 tahun 1945. Tetapi di Yogyakarta dan Surakarta undang-undang tersebut tidak diberlakukan hingga dikeluarkannya UU Pokok Pemerintah Daerah No 22 tahun 1948. dan selanjutnya mengacu UU Nomor 15 tahun 1950 yang isinya pembentukan Pemerintahan Daerah Otonom di seluruh Indonesia.

Seiring dengan perjalanan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan silih bergantinya kepemimpinan nasional, pada saat ini Kabupaten Bantul telah mengalami kemajuan pesat diberbagai bidang dibawah kepemimpinan Drs. HM. Idham Samawi yang menjabat sejak akhir tahun 1999.

Secara administratif, Kabupaten Bantul terdiri dari 17 Kecamatan, 75 Desa, dan 933 Dusun.

Berdasarkan hasil Registrasi Peduduk Awal Tahun 2002 diperoleh data sebagai berikut;

1.      Total Penduduk (Jiwa) 789.745 yang terdiri dari:

a.       Laki-Laki (Jiwa) 386.777                          =   48,97    %

b.      Perempuan (Jiwa) 402.968                        = 51,03    %

c.       Penduduk Dewasa (Jiwa) 603.839           =   76,46    %

d.      Penduduk Anak-Anak (Jiwa) 185.906     =   23,54    %

e.       Kepala Keluarga (KK)                                      196.212

2.      Mutasi Penduduk Tahun 2002 dapat dijelaskan sebagai berikut;

a.       Lahir (L) 6.917                                          =     0,88    %

b.      Datang (D) 7.268                                      =     0,92    %

c.       Mati (M) 3.573                                          =     0,45    %

d.      Pergi (P) 3.927                                          =     0,50    %

e.       Kenaikan Penduduk Tahun 2002 6.685   =     0,85    %

f.       Kenaikan Alami (L-M) 3.344                   =     0,42    %

g.      Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2)            1.558

(Sumber Data : BPS Kabupaten Bantul)

Sarana peribadatan yang diinventarisasi meliputi Masjid, Musholla, Gereja Katolik, Gereja Kristen, Kapel, Pura, dan Vihara/Cetya. Banyaknya sarana ibadah di suatu wilayah menunjukkan tingkat pembangunan pada bidang mental spiritual berjalan dengan baik. Sarana peribadatan yang terdapat di Kabupaten Bantul dapat dilihat dalam Tabel berikut.

Tabel 1.

Sarana Peribadatan Masjid dan Musholla
Per Kecamatan Tahun 2001 dan 2003

 

No.

Kecamatan

Masjid

Musholla

2001

2003

Peru

2001

2003

Peru

1

Srandakan

46

46

0

13

13

0

2

Sanden

64

65

1

3

3

0

3

Kretek

53

55

2

19

13

-6

4

Pundong

69

71

2

13

13

0

5

Bambanglipuro

65

68

3

36

30

-6

6

Pandak

52

65

13

9

9

0

7

Bantul

84

88

4

33

30

-3

8

Jetis

74

82

8

4

4

0

9

Imogiri

100

120

20

16

16

0

10

Dlingo

89

89

0

14

14

0

11

Pleret

55

56

1

17

17

0

12

Piyungan

69

69

0

12

14

2

13

Banguntapan

128

130

2

32

32

0

14

Sewon

99

115

13

23

23

0

15

Kasihan

99

117

18

35

39

4

16

Pajangan

57

59

2

10

10

0

17

Sedayu

79

82

3

16

14

-2

Jumlah

1.282

1.377

95

305

294

-11

 

Sumber : Departemen Agama Kabupaten Bantul

 

Jumlah penduduk Kabupaten Bantul berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel dibawah. Sebagai perbandingan, Tabel berikut memuat data untuk tahun 2001 dan 2003.


Tabel 2

Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Kab. Bantul per Kecamatan

 

No.

Kecamatan

Jumlah Penduduk Th 2001

Jumlah Penduduk Th 2003

L

P

Jum

L

P

Jum

1

Srandakan

14.019

15.054

29.073

14.135

15.107

29.242

2

Sanden

16.392

17.469

33.861

16.461

17.534

33.995

3

Kretek

14.730

15.817

30.547

14.917

16.029

30.946

4

Pundong

15.849

16.968

32.817

15.942

17.069

33.011

5

Bambanglipuro

20.337

21.996

42.333

20.595

22.237

42.832

6

Pandak

23.545

24.242

47.787

23.858

24.495

48.353

7

Bantul

27.879

29.125

57.004

28.469

29.738

58.207

8

Jetis

23.514

25.127

48.641

24.011

25.570

49.581

9

Imogiri

27.128

28.882

56.010

27.400

29.162

56.562

10

Dlingo

17.639

18.443

36.082

17.826

18.872

36.698

11

Pleret

16.658

17.095

33.753

16.894

17.239

34.133

12

Piyungan

18.308

19.092

37.400

18.602

19.337

37.939

13

Banguntapan

36.893

37.879

74.772

38.271

39.252

77.523

14

Sewon

37.406

37.155

74.561

38.247

37.852

76.099

15

Kasihan

38.048

38.188

76.236

38.975

39.069

78.044

16

Pajangan

14.393

15.309

29.702

14.636

15.499

30.135

17

Sedayu

20.743

21.738

42.481

21.295

22.268

43.563

 

Jumlah

383.841

399.579

783.060

390.534

406.329

796.863

Sumber : Statistik dan Bagian Tata Pemerintahan Kabupaten Bantul

 

Jumlah penduduk Kabupaten Bantul berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.


Tabel 3

Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas
berdasarkan pendidikan di Kabupaten Bantul tahun 2001 dan 2003

No.

Tingkat Pendidikan

Tahun

2001

2003

1

Tidak/belum pernah sekolah

30,92

28,23

2

Tidak/belum tamat SD

3

Sekolah Dasar

24,48

24,02

4

SLTP Umum dan Kejuruan

16,88

17,59

5

SLTA Umum

13,30

15,21

6

SLTA Kejuruan

8,64

8,42

7

D1/D2

1,06

1,26

8

Akademi / D3

1,48

1,70

9

D4 – S3

3,24

3,57

 

Jumlah

100

100

Sumber : BPS Kabupaten Bantul (Susenas 2001-2003)

B.     Pandangan Masyarakat Muslim Bantul Tentang Arah Kiblat

Setelah diketahui populasi penelitian ini sebagaimana dijelaskan di atas, sebelum disampaikan hasil penelitian tentang pandangan masyarakat muslim Kabupaten Bantul tentang arah kiblat, terlebih dahulu dijelaskan di sini gambaran umum responden penelitian. Dalam bagian pendahuluan telah dijelaskan bahwa, responden diambil dari masyarakat yang telah mencapai umur tertentu yaitu mereka yang telah aqil baligh (cakap hukum). Oleh karena itu, untuk kelancaran dan kejelasan penelitian, berikut penjelasan tentang umur responden yang digolongkan sebagai berikut;

1.      Usia 15-20 tahun

2.      Usia 21-39 tahun

3.      Usia 40 tahun sampai ke atas

Usia 15-20 tahun merupakan perwakilan responden remaja yang cenderung masih membutuhkan pendidikan lebih lanjut serta pengawasan dari orang tua. Sedangkan responden usia 21-39 tahun dapat mewakili kelompok masyarakat dewasa yang memang harus dan penuh tanggungjawab. Adapun responden usia 40 tahun ke atas dapat mewakili kelompok responden yang telah berpikir secara sempurna dan lengkap sesuai dengan pengalaman hidupnya.

Berikut tabel jumlah responden pada masing-masing klasifikasi di atas;

Tabel 4

Jumlah Klasifikasi Responden

No

Kelompok Usia

Jumlah

Prosentase

%

15-20 Tahun

42

26,25

21-39 Tahun

73

45,63

40 tahun ke atas

45

28,12

Jumlah

160

100

Dari 160 responden yang diambil dalam 8 kecamatan di Kabupaten Bantul sebagaimana di atas, dalam hal lapangan pekerjaan responden sangat beragam. Diantara lapangan pekerjaan responden adalah, PNS, karyawan, tani, dagang, wiraswasta, pelajar dan lainya. Adapun jumlah masing-masing ragam pekerjaan responden tersebut adalah sebagai berikut;

  1. PNS sebanyak                       :   13    orang
  2. Karyawan sebanyak              :   15    orang
  3. Tani sebanyak                       :   23    orang
  4. Dagang sebanyak                  :   17    orang
  5. Wiraswasta sebanyak            :   37    orang
  6. Pelajar sebanyak                    :   33    orang
  7. Lainnya sebanyak                 :   22    orang

Untuk lebih jelasnya berikut tabel jumlah serta prosentase masing-masing kelompok lapangan pekerjaan responden;

Tabel 5

Jenis Lapangan Pekerjaan Responden

No

Lapangan Pekerjaan

Jumlah

Prosentase

%

PNS

13

8.12

Karyawan

15

9.37

Tani

23

14.38

Dagang

17

10.63

Wiraswasta

37

23.13

Pelajar

33

20.63

Lainnya

22

13.74

Jumlah

160

100

 

Lapangan pekerjaan responden ini digali dan disampaikan dengan tujuan untuk mengetahui berapa besar pengaruh kehidupan, khususnya lapangan pekerjaan responden terhadap kegiatan keagamaan baik yang menyangkut kehidupan beribadah, maupun dalam hal-hal yang berkaitan dengan sarana prasarana peribadatan yang dilakukan. Hal ini sangat penting, di mana misalnya seorang PNS masih relatif lebih banyak yang kurang memperhatikan yang demikian.

Selanjutnya adalah tingkat pendidikan responden. Tingkat pendidikan responden ini perlu juga digali karena jelas sangat mempengaruhi pengetahuan mereka dalam persoalan keagamaan yang termasuk di dalamnya kegiatan beribadah. Untuk lebih singkatnya, tabel 6 di bawah ini dapat menjelaskan jumlah dan prosentase tingkat pendidikan terakhir responden.

Tabel 6

Pendidikan Terakhir Responden

No

Pendidikan Responden

Jumlah

Prosentase

%

SD

32

20,00

SLTP

27

16,88

SLTA

62

38.75

Perguruan Tinggi

32

20.00

Pesantren

7

4.37

Jumlah

160

100

Faktor lain yang sangat mempengaruhi pandangan masyarakat tentang pentingnya melaksanakan ibadah shalat menghadap kiblat, selain tingkat pendidikan mereka adalah sumber pengetahuan agama yang dimiliki. Oleh karena itu, perlu juga menggali sumber primer pengetahuan keagamaan masyarakat yang menjadi responden. Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa sumber primer pengetahuan keagamaan responden terdiri dari tiga sumber pokok selain sumber-sumber lain yang mendukungnya. Ketiga sumber tersebut adalah pendidikan keagamaan yang diterima di sekolah, pengajian yang diikuti di tengah-tengah masyarakat, dan pendidikan orang tua dalam keluarga.

Pengetahuan masyarakat responden yang bersumber dari pendidikan keagamaan di sekolah 36,25 %. Sedangkan mereka yang mendapatkan pengetahuan keagamaan secara primer dari pengajian sejumlah 31,88 %. Adapun mereka yang memperoleh pengetahuan keagamaan secara primer dari keluarga sejumlah 20,62 %. Sisanya yang berjumlah 11,25 % responden mengaku memperoleh pengetahuan keagamaan dari membaca buku, pergaulan, dan teman di sekolah. Tabel 7 di bawah ini dapat menjelaskannya secara detail serta besaran prosentasenya.

Tabel 7

Sumber Primer Pengetahuan Keagamaan Responden

No

Sumber Primer Pengetahuan Agama

Jumlah

Prosentase

%

Sekolah

58

36,25

Pengajian

51

31,88

Keluarga

33

20,62

Lainnya

18

11,25

Jumlah

160

100

Selanjutnya hal yang sangat terkait dengan masalah pandangan masyarakat tentang arah kiblat adalah tingkat rutinitas mereka menjalankan ibadah shalat baik wajib maupun sunnah, serta metode mereka menjalankan ibadah, seperti menjalankan ibadah dengan cara berjamaah atau dengan cara ibadah sendiri-sendiri.

Tentang keaktifan responden dalam menjalankan ibadah shalat, baik shalat wajib maupun sunnah, responden tergolong pada tiga kategori yaitu mereka yang aktif, kurang aktif dan tidak aktif. Dari 160 responden yang memberikan jawaban, 71,25 % mengaku aktif menjalankan ibadah shalat termasuk dalam menjalankan ibadah shalat sunnah. Sedangkan 23,24 % responden mengaku kurang aktif menjalankan shalat wajib terlebih lagi shalat sunnah. Adapun sisanya sebanyak 5,61 % orang mengaku menjalankan shalat wajib namun tidak aktif sama sekali. Untuk lebih rincinya berikut tabel klasifikasi serta prosentasenya.

Tabel 8

Keaktifan Responden Menjalankan Shalat Wajib

No

Keaktifan Menjalankan Shalat Wajib

Jumlah

Prosentase

%

Aktif

114

71.25

Kurang Aktif

37

23.14

Tidak Aktif

9

5.61

Jumlah

160

100

Adapun metode responden melakukan ibadah shalat wajib secara umum dengan metode sendiri-sendiri. Hal ini nampak dari sebanyak 67,35 % responden mengaku melakukan ibadah shalat wajib secara sendiri-sendiri. Sedangkan mereka yang menjalankan ibadah shalat secara berjama’ah sebanyak 32,65 % responden.

Pada dasarnya tingkat keaktifan responden dalam menjalankan ibadah shalat wajib sebagaimana di atas tidak dijamin kebenarannya secara obyektif. Hal ini disebabkan karena ibadah shalat adalah ibadah yang sangat privasi dan tidak mudah diketahui oleh orang lain. Namun sebagai hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan quisioner sesuai jawaban responden, hasil ini dirasa cukup obyektif. Artinya obyektif dengan jawaban responden, walaupun kenyataannya tidak menjamin demikian.

Tentang apakah dalam melaksanakan ibadah shalat harus menghadap kiblat dengan tepat, sebagian besar responden menjawab ya. Sedangkan sisanya menjawab tidak. Antara mereka yang menjawab ya dan tidak mempunyai alasan masing-masing. Walaupun tidak semua responden memberikan alasannya. Namun dari sebagian besar yang menjawab ia memberikan alasan bahwa hal itu sudah menjadi ketentuan agama Islam yang harus diikuti. Walaupun peneliti tidak menanyakan dalilnya apa, namun dari hasil wawancara pada sebagian responden diperoleh data bahwa sebanyak 22,50 % responden mampu memberikan dalil naqli yang tepat, yaitu surat al-Baqarah (2) ayat 150. Di antara responden yang menjawab bahwa shalat harus menghadap kiblat dengan tepat adalah sebanyak 111 orang (69.42 %) sedangkan sisanya sebanyak 20 orang (12.50 %) menjawab tidak dan sebanyak 29 orang (18.08 %) menjawab tidak tahu.

Hal ini akan lebih kuat lagi dengan jumlah responden yang menyatakan bahwa shalat  tidak mengahadap kiblat dengan tepat tidak syah, yaitu sebanyak 118 orang atau 37,75 %. Sedangkan mereka yang menjawab tetap sah hanya sebanyak 32 orang atau 20 % saja dan sisanya sebanyak 10 orang responden atau 6,25 % menjawab tidak tahu. Tentang alasannya tidak jauh berbeda dengan pertanyaan sebelumnya, yaitu karena ketentuan agama Islam yang mengatur demikian.

Pada dasarnya masyarakat muslim Kabupaten Bantul telah mengetahui yang di maksud dengan arah kiblat adalah ka’bah di Masjidil Haram. Hal ini ditunjukkan dengan hasil yang diperoleh dari responden yaitu sebanyak 87,50 %. Hal ini tentu sangat menggembirakan, karena menunjukkan bahwa pengetahuan akan pendidikan agama masyarakat sangat tinggi. Meskipun demikian masih ada responden yang menjawab dengan                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   lain yaitu arah barat, arah barat serong kanan, matahari tenggelam maupun arah mihrob. Untuk mengetahui sejauh mana masyarakat mengerti tentang arah kiblat dapat dilihat dalam tabel 9 berikut;

Tabel 9

Arti Kiblat

No

Arti Kiblat

Jumlah

Prosentase

%

Ka’bah/Masjidil Haram

140

87,50

Arah Barat serong ke kanan

7

4,37

Arah Barat tepat

6

3,75

Mihrab masjid

4

2,50

Matahari tenggelam

3

1,88

Jumlah

160

100

C.    Praktik Penentuan Arah Kiblat Masyarakat Muslim  Bantul

Sebelum membahas tentang praktik penentuan arah kiblat masyarakat muslim Bantul, terlebih dahulu perlu dijelaskan tentang sumber pengetahuan arah kiblat terhadap masyarakat.

Sebanyak 119 responden atau 74,37 % mereka yang menjawab atau memilih jawaban yang tersedia dalam quisioner mengaku memperoleh pengetahuan arah kiblat dari berbagai sumber. Di antara sumber pengetahuan mereka adalah ceramah ustadz sebanyak 51 orang (42,8%), dari pengajian sebanyak 23 orang (19,3%), dari sekolah formal sebanyak 29 orang (24,3%) sedangkan sisanya sebanyak 16 orang (13,6%) dari sumber lainnya seperti membaca buku, informasi teman, pergaulan, media massa dan lain-lainnya.

Penentuan arah kiblat dewasa ini ada banyak cara yang bisa digunakan seperti yang dibahas dalam bab terdahulu, namun demikian tidak semua kalangan mengerti akan hal ini, terbukti ketika ditanya tentang pedoman yang seharusnya digunakan dalam menentukan arah kiblat, sebagian besar masyarakat responden menjawab dengan alat bantu kompas, jawaban responden lebih banyak pada kompas, ini ada kemungkinan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal mereka, di mana sudah menjadi pengetahuan umum masyarakat bahwa kompas merupakan alat untuk mengetahui arah. Karena kiblat merupakan masalah arah, maka masyarakat secara tidak langsung lebih menyetujui penggunaan kompas dalam menentukan arah kiblat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel 10 berikut ini :

Tabel 10

Pedoman Penentuan Arah Kiblat

No

Pedoman Penentuan Arah Kiblat

Jumlah

Prosentase

%

Magnetik kompas

51

31,88

Arah matahari tenggelam

25

15,62

Arah Barat serong ke kanan

38

36,25

Arah Barat tepat

7

4,38

Bayangan matahari saat-saat tertentu

4

2,50

Sesuai dengan masjid

25

15,62         

Tidak menjawab

10

6,25

Jumlah

160

100

Selanjudnya mengenai apakah masjid yang dilakukan untuk melakukan ibadah sholat sudah sesuai dengan arah kiblat sebagian besar masyarakat responden mengakui bahwa masjid yang mereka gunakan untuk melakukan ibadah shalat telah menghadap kiblat dengan tepat. Memang responden tidak memberikan alasan, namun dari hasil wawancara, sebagian responden beralasan karena dalam menentukan arah kiblat masjid terlebih dahulu dikonsultasikan pada pihak-pihak yang berkompeten. Sebagian besar masyarakat responden menjawab dengan jawaban arah masjidnya sudah tepat kearah Ka’bah di Masjidil Haram yaitu sebanyak 77,50 %, sebanyak 18,13 % responden menjawab belum tepat. Sedang sisanya yaitu sebanyak 4,73 % tidak menjawab, hal ini ketika ditanyakan dalam wawancara mereka memang benar–benar tidak mengetahuinya secara pasti. Berikut tabel yang menjelaskan jawaban responden tentang arah kiblat masjid yang digunakan untuk ibadah shalat.

Tabel 11

Ketepatan Masjid Mengarah Pada Kiblat

Menurut Responden

No

Ketepatan Masjid Mengarah Kiblat

Menurut Responden

Jumlah

Prosentase

Sudah tepat

124

77,50 %

Belum tepat

29

18,13 %

Tidak tahu

7

4,37 %

Jumlah

160

100 %

Dari jawaban yang diberikan responden tersebut  menunjukkan bahwa   masih ada bangunan masjid yang tidak searah dengan kiblat. Meski hal ini cuma sebagian kecil. Untuk melihat seberapa banyak bangunan masjid yang tidak mengarah kiblat masih harus di adakan penelitian secara cermat.

Posisi bangunan masjid  sering kali dijumpai  tidak mengarah kiblat dengan tepat, meski  sebagian diantaranya  sudah terdapat petunjuk shaf pada lantainya, praktik yang demikian juga mendapatkan pengakuan dari masyarakat secara luas, di mana ketika responden ditanya tentang posisi shalat berjamaah di masjid, mayoritas mengikuti garis shaf yang ada dan pada umumnya satu arah dengan mihrab. Namun masih terdapat pula bangunan masjid yang belum mengarah kearah kiblat tidak di beri arah penunjuk shaf.

Untuk mengetahui ketepatan arah kiblat masjid di wilayah Bantul penulis  melakukan penelitian  dengan pengamatan secara intensif terhadap sejumlah masjid yang ada di lingkungan Kabupaten Bantul. Mengingat jumlah masjid di Bantul ada 1.377 buah (Departemen Agama Kab Bantul : 2003), maka penulis mengambil sejumlah 102 masjid yang di ambil dari 8 kecamatan secara acak dari 17 kecamatan yang  ada di Bantul yaitu Kretek, Pandak, Jetis, Bantul Kota, Sanden, Srandakan, Banguntapan dan Kasihan. Dari 102 buah masjid tersebut telah dilakukan pengamatan dengan menggunakan alat bantu kompas di samping penulis melakukan pengamatan pada hari di mana matahari berada di atas ka’bah yaitu pada tanggal 28 Mei 2005 jam 14.18 WIB. Meskipun alat bantu kompas bukan merupakan alat penentu yang paling tepat karena untuk ketepatannya masih harus dilakukan koreksi (dengan variasi magnit untuk kota Bantul sebesar -0o 45’ disamping masih adanya pengaruh karena medan magnet) yang lebih akurat seperti yang telah dijelaskan pada Bab II. Setelah dilakukan penelitian dari populasi masjid sebanyak 102 buah diperoleh data sebagai berikut;

  1. Sebanyak 53 masjid (51,96 %) menghadap arah kiblat dengan benar
  2. Sebanyak 36 masjid (35,29 % ) menghadap ke arah Barat tepat
  3. Sebanyak 11 masjid (10,79 %) di antara menghadap arah Barat dan dan arah kiblat tepat.
  4. Sebanyak 2 masjid (1,96 %) mengarah cukup melenceng dari arah kiblat

Penambahan sampel masjid yang dijadikan bukti praktik penentuan arah kiblat oleh masyarakat ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data yang lebih akurat, terutama untuk melakukan generalisasi. Mengingat jumlah populasi masjid yang begitu tinggi di Kabupaten Bantul, maka peneliti merasa perlu mengadakan penambahan ini.

Berkaitan dengan arah bangunan masjid ditanyakan apakah dalam melakukan sholat mengikuti arah shaf ataukah menyerong  kekanan, hal ini ditanyakan karena masih sering dijumpai orang yang ketika sholat di masjid posisi yang dilakukan menghadap serong kanan padahal bangunan masjid yang dipakainya telah menghadap ke arah kiblat dengan tepat. Hal ini bisa terjadi karena orang yang melakukan ibadah sholat bukan merupakan penduduk dari warga dekat dari masjid.

Ketika ditanyakan masalah ini ada 83 responden (51.87 %) responden menjawab mengikuti shaf sedang sisanya sebanyak 77 responden (48.13 %) menjawab arah  serong kanan sedikit.

Dalam pembangunan masjid apabila diamati posisinya beragam, ada yang sudah tepat mengarah kiblat, ada yang belum, masih menghadap kearah barat, agak serong kearah utara sedikit. Pada bangunan yang tidak mengarah ke arah kiblat sering dijumpai adanya garis shaf pada lantainya, namun masih ada yang tidak memakai petunjuk saf, Dari hasil penelitian ini mengenai keinginan  masyarakat tentang posisi bangunan masjid yang sebaiknya dilakukan adalah sebanyak 80,63 % menginginkan bangunan masjid hendaknya mengarah kiblat dengan tepat, adapun yang menjawab jawaban lain sebanyak 13,75 % menjawab sesuai dengan keadaan tanah, adapun masyarakat yang menjawab sesuai dengan keadaan tanah di tanyakan lebih lanjut mereka memberikan catatan harus ada penujuk garis shaf, hal ini menunjukkan bahwa perhatian masyarakat terhadap bangunan masjid sangat tinggi. Namun demikian masih ada yang  tidak memberikan jawabannya sebanyak 5,62 %, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 11

Posisi Bangunan Masjid yang diinginkan

No

Posisi bangunan masjid

Jumlah

Prosentase

%

Sudah searah dengan qiblat

129

80,63

Sesuai keadaan tanah

22

13,75

Tidak menjawab

9

5,62

Jumlah

160

100

Tanggapan masyarakat tentang perlu garis shaf apakah masih dibutuhkan. Garis shaf di buat supaya barisan dalam melakukan ibadah khususnya sholat rapi dan teratur, hampir mayoritas responden memberikan jawaban perlu sebanyak 97,5 %, hal ini menunjukkan bahwa perhatian tentang masalah ini sangat besar. Hanya 2,5 % saja yang memberikan jawaban tidak harus ada. Hal ini ketika di tanyakan mereka menjawab dengan yang penting menghadap ke Yang Maha Kuasa.

BAB IV

PENUTUP

 

  1. A.    Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dijelaskan dalam Bab III, maka peneliti berkesimpulan bahwa;

  1. Pandangan masyarakat tentang arah kiblat sebagaimana hasil yang diperoleh dari penelitian sudah sangat menggembirakan. Hal ini di tunjukkan dengan jawaban masyarakat yaitu arah Ka’bah di Masjidil Haram. Namun demikian, masih ada masyarakat yang belum mengerti apa yang di maksud dengan kiblat. Dari 160 responden diperoleh data kuantitatif sebanyak 87,50 % sedang sisanya menjawab arah Barat serong ke kanan, arah Barat tepat, dan mihrab masjid.
  2. Secara umum, praktik penentuan arah kiblat oleh masyarakat Muslim Kabupaten Bantul telah benar dan sesuai dengan yang ditentukan dalam penghitungan. Namun demikian juga masih terdapat beberapa masjid yang melenceng dari arah kiblat yang sebenarnya. Ini menunjukkan bahwa tidak semua praktik penentuan arah kiblat dilakukan dengan benar oleh masyarakat muslim Kabupaten Bantul. Hasil survai di 8 kecamatan Kabupaten Bantul dengan jumlah populasi masjid sebanyak 102 buah diperoleh data sebanyak 53 masjid (51,96 %) menghadap arah kiblat dengan benar, sebanyak 36  masjid (35,29 %) menghadap ke arah Barat tepat, sebanyak 11 masjid (10,8%) di antara menghadap arah Barat dan arah kiblat tepat,.sebanyak 2 masjid (1,96 %) mengarah cukup melenceng dari arah kiblat yakni barat daya.
  3. Pemahaman masyarakat muslim terhadap pedoman yang digunakan dalam menentukan arah kiblat belum sampai kepada pemahaman yang baik

 

  1. B.     Saran

Sebagai karya ilmiah hasil penelitian empiris tentu tidak terlepas dari berbagai kekurangan, maka di akhir penulisan ini penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut;

  1. Kepada mereka yang menjadi panutan umat muslim Bantul baik itu, intelektual muslim, pemuka agama, ustadz, kiai dan lain-lainnya, hendaknya meningkatkan sosialisasi tentang pentingnya melakukan ibadah khususnya shalat dengan benar yang salah satunya menghadap arah kiblat. Hal ini penting dilakukan karena ibadah shalat merupakan ibadah utama dalam agama Islam dan membutuhkan perhatian khusus dari seorang muslim.
  2. Kepada masyarakat Islam di wilayah Kabupaten Bantul, hendaknya menyadari bahwa ibadah shalat merupakan ibadah yang utama dan akan diperhitungkan paling awal di hari kemudian. Oleh karena itu dalam melaksanakannya tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Selain itu, melakukan ibadah dengan benar serta dengan pengetahuan  sangat penting terutama untuk menghindari sifat-sifat taqlid yaitu hanya ikut-ikutan tanpa mengetahui alasan-alasannya serta sumber-sumbernya.
  3. Kepada akademisi muslim, khususnya mahasiswa perguruan tinggi Islam terutama FIAI UII Yogyakarta hendaknya jangan hanya mengetahui teori tanpa mengaplikasikannya dalam realitas, terutama dalam aspek yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah. Selain itu, penyebaran ilmu pengetahuan yang diperoleh di meja kuliah pada masyarakat umum dengan tujuan pencerahan sangat dibutuhkan. Oleh karena itu pemberian penyuluhan pada masyarakat tentang arah kiblat masih sangat dibutuhkan, mengingat juga minimnya akademisi muslim yang peduli dengan masalah arah kiblat secara khusus dan ilmu falak secara umum.
  4. Kepada para peneliti dalam bidang yang sama, hendaknya lebih melakukan kajian yang mendalam agar dapat digunakan sebagai bahan sumber pengetahuan bagi masyarakat luas dan secara khusus bagi mereka yang menginginkan pengetahuan ilmu falak.
  5. Diperlukan kalibrasi arah kiblat masjid menggunakan bayangan matahari pada saat matahari di atas Ka’bah, yaitu pada tanggal 28 Mei pukul 16.18 WIB dan pada tanggal 16 Juli pukul 16.27 WIB.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Abdur Rachim. 1983. Ilmu Falak. Yogyakarta: Liberty

Arikunto, Suharsimi. 1997. Metode Penelitian. Yogyakarta: Rineka Cipta

Azhari, Susiknan. 2004. Ilmu Falak Teori dan Praktek. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah

Azhary, Muhammad Tahir. 2003. Negara Hukum. Jakarta: Kencana

Dahlan, Abdul Aziz dkk. 1997. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.

Dahlan, Zaini. 2000. Qur’an Karim dan Terjemahan Artinya. Yogyakarta: UII Press

Departemen P & K. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Departemen Agama. 1994. Pedoman Penentuan Arah Kiblat. Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Dirjen Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam.

………., 1981. Almanak Hisab Rukyat. Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam

Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL. 2001. Almanak Nautika 2001. Jakarta: Divisi AL

Hendriatiningsing. 1997. Bila Kiblat Melenceng dari Ka’bah. Bandung: Makalah Seminar Ilmu Falak

Jambek, Saadoe’ddin. 1956. Arah Qiblat. Jakarta: Tintamas

………., 1956. Arah Qiblat dan Cara Menghitungnya dengan Jalan Ilmu Ukur Segitiga. Jakarta: Tinta Mas

Jannah, Sofwan. 1988. Pemahaman dan Perhatian Masyarakat Islam Kabupaten Sleman terhadap Arah Kiblat. Yogyakarta: Laporan Penelitian Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Islam Indonesia

………., 2004. Penentuan Arah Kiblat Secara Sederhana. Makalah Praktik Hukum I FIAI UII tidak diterbitkan

Khazin, Muhyiddin. 2004. Cara Mudah Mengukur Arah Kiblat. Yogyakarta: Buana Pustaka

………., 2004. Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: Buana Pustaka Jaya

Nasution, Harun. 1985. Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press

Rusyd, Ibnu. tt. Bidayatu al-Mujtahid wa Nihayatu al-Muqtashid. Surabaya: Maktabah Sirkatu Nabhan wa Auladihi

Shabuni, Muhammad Ali ash. Tt. Raqa’iu al-Bayan fi Tafsiri Ayat al-Ahkam. Bairut: Dar al-Fikr

Widiana, Wahyu. 1995. Praktek Pengukuran Arah Kiblat. Makalah Pelatihan Tingkat Nasional Tenaga Teknis Fungsional Pengukuran Arah Kiblat Depag RI.

Zuhaily, Wahbah. 1991. at-Tafsir al-Munir. Bairut: Dar al-Fikr

proposal lpa tarbiyah

No       : 06/LPA/III/2012

Hal      : Permohonan Mengisi Pengajian

Kepada :

Yth.  Bapak Drs. H. Saebani M.A.

di Bantul.

Assalaamu’alaikum wr. wb.

Puji syukur senantiasa kita haturkan kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia-Nya.

Selanjutnya hanya berkat ridlo-Nya kami akan menyelenggarakan pengajian dalam rangka Pembukaan / Peresmian Lembaga Pendidikan Al-Qur’an TARBIYAH, insya Allah pada :

Hari / Tanggal : Kamis Wage / 5 April 2012

Pukul              : 20.00 WIB – 23.00 WIB

Tempat            : Komplek Masjid Khuluqiyah SD N Dayu

d/a Dayu Gadingsari Sanden Bantul

Berkenaan dengan hal tersebut dengan segala kerendahan hati kami memohon kepada bapak untuk berkenan memberikan meteri pengajian dalam acara tersebut.

Demikian untuk itu diucapkan terima kasih dan semoga menjadi amal jariyah bagi  bapak, aamiin.

Wassalaamu’alaikum wr. wb.

                                                                            Sanden, 13 Maret 2012

Ketua

Sekretaris

Kaswanto Atmojo BA

 

Gunawan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

No       : 07/LPA/III/2012

Hal      : Undangan dan Permohonan Kata Sambutan

Kepada:

Yth. Bapak Camat

Kepala Wilayah Kecamatan Sanden

Assalamu’alaikum wr. wb.

Puji syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia-Nya kepada kita.

Selanjutnya hanya berkat ridho-Nya kami akan segera mengawali / melaksanakan  kegiatan proses belajar Al-Qur’an,  oleh karenanya akan kami selenggarakan Pengajian dalam rangka Pembukaan / Peresmian Lembaga Pendidikan Al-Qur’an (LPA) TARBIYAH, insya Allah pada :

Hari / Tanggal : Kamis Wage / 5 April 2012

Pukul              : 20.00 WIB – 23.00 WIB

Tempat            : Komplek Masjid Khuluqiyah SD N Dayu

d/a Dayu Gadingsari Sanden Bantul

Pembicara       : Bpk Drs. H. Saebani M.A. dari Bantul

Berkenaan dengan hal tersebut kami memohon kepada bapak agar berkenan hadir dan membuka / meresmikan secara simbolis dimulainya kegiatan belajar Al Qur’an.

Demikian untuk itu kami ucapkan terima kasih dan semoga menjadi amal baik bagi bapak, aamiin.

Wassalamualaikum wr. wb.

                                                                            Sanden, 13 Maret 2012

Ketua

Sekretaris

Kaswanto Atmojo B.A.

 

Gunawan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

No       : 08/LPA/III/2012

Hal      : Permohonan Dana

Lamp   : 1 bendel proposal

Kepada :

Yth. Bapak Lurah Gadingsari

Di Gadingsari Sanden

Assalamu’alaikum wr. wb.

Puji syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia-Nya kepada kita.

Selanjutnya hanya berkat ridho-Nya kami akan segera mengawali / melaksanakan  kegiatan proses belajar Al-Qur’an  oleh karenanya akan kami selenggarakan pengajian dalam rangka Pembukaan / Peresmian Lembaga Pendidikan Al-Qur’an (LPA) TARBIYAH, insya Allah pada :

Hari / Tanggal : Kamis Wage / 5 April 2012

Pukul              : 20.00 WIB – 23.00 WIB

Tempat            : Komplek Masjid Khuluqiyah SD N Dayu

d/a Dayu Gadingsari Sanden Bantul

Pembicara       : Bpk Drs. H. Saebani M.A. dari Bantul

Berkenaan dengan hal tersebut dengan segala kerendahan hati kami memohon kepada bapak untuk berkenan memberikan bantuan dana demi suksesnya acara tersebut.

Demikian atas segala perhatiannya kami ucapkan terima kasih dan semoga atas keiklasan hati bapak mendapatkan pahala dari Allah SWT. Aamiin.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

                                                                            Sanden, 14 Maret 2012

Ketua

Sekretaris

Kaswanto Atmojo BA

 

Gunawan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

Atas berkat rahmad dan ridlo dari Allah SWT, maka kami akan  segera mengawali /  mendirikan sebuah Lembaga Pendidikan Al-Qur’an.

Hal tersebut kita lakukan atas dasar pemikiran :

  1. Bahwa anak adalah penentu masa depan bangsa, pembentukan karakter (watak), moral dan sikap mental bergantung pada bagaimana kita memberikan pendidikan perilaku yang baik dan tepat kepada mereka.
  2. Alasan di atas mendorong berbagai tokoh masyarakat dan ulama untuk proaktif ambil bagian dalam rangka ikut membentuk karakter generasi bangsa ini.

Yaitu dengan mendirikan Lembaga Pendidikan Al-QURAN (LPA).

 

BAB II

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Kegiatan tersebut berindukkan kepada sebuah lembaga bernama : “Lembaga Pendidikan Al-Qur’an (LPA) TARBIYAH”. Adapun lembaga tersebut berkedudukan di komplek masjid Khuluqiyah SD N Dayu, Dayu Gadingsari Sanden Bantul.

 

BAB III

VISI MISI

Visi dan tujuan dari kegiatan ini adalah insya Allah ikut mencetak generasi insani yang ber akhlaq mulia, berperilaku sesuai yang ditentukan Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Muhammad SAW.

 

BAB IV

KEPENGURUSAN

I

Dewan Penasehat 1 Bapak Kepala Kantor Kementrian Agama Sanden

2 Bapak Lurah Gadingsari

3 Bapak Kepala Dukuh 1 Dayu

4 Bapak Kepala Dukuh 3 Ketalo
II Ketua 1 Bapak Kaswanto Atmojo BA
    2 Bapak Wiyono
III Sekretaris 1 Bapak gunawan
    2 Sdr. Khusnul Latif
IV Bendahara 1 Bapak Sunarto SIP
    2 Bapak Suro Hadi wibowo
V Direktur Pendidikan 1 Bapak Karyono Nurdin Wardoyo
    2 Bapak Sudarsono
VI Bagian Tata Usaha 1 Bapak Zidni Setyawan
    2 Bapak Suratman
    3 Bapak Taryono
    4 Bapak Wahyudi
    5 Sdr. Teguh Tri Haryanto
VII Bagian Hubungan untuk lembaga 1 Bapak eko Cahyono
    2 Bapak Ngadino
    3 Bapak Sujarwo
    4 Bapak Nur  Sujendro

BAB V

TENAGA PENGAJAR

I Bidang aqidah dan akhlaq 1 Ustadz Zainuri alamat Bantul
    2 Ustadz Muji Tarokhman alamat Pandak
    3 Ustadz Karonto alamat Sanden
    4 Ustadz Nur Hadiyanto alamat Sanden
    5 Ustadz Kamijan alamt Gunturgeni Poncosari
II Bidang Khusus :    
 
  1. Seni baca Al-Quran
  Ustadz Nur Karim alamat Bantul
 
  1. Olah raga
1 Bapak M Ilyas Danuri
    2 Ibu Sujiyem
III Bidang Privat dan Hafalan    
 
  1. Al-Qur’an
1 Ustadz Slamet Wahyudi alamat Pandak
    2 Ustadz Murtaqi alamat Bantul
 
  1. Iqro’
1 Ibu Kasilah
    2 Ibu Tri widayati
    3 Sdr Nurul Khasanah
    4 Ibu Ngalimah
    5 Sdr Teguh Tri Haryanto
    6 Ibu Teguh Supraptiningsih
    7 Sdr Pranoto Bakuh Waskito
    8 Sdr Kapindo Aji Sanyoto

 

BAB VI

PESERTA DIDIK

Peserta didik (santri) berasal dari :

Anak-anak murid SD N Dayu sejumlah 122 anak

Anak-anak luar SD N Dayu masih dalam proses pendataan (pendaftaran).

 

BAB VII

JADWAL  PELAJARAN

Kegiatan belajar dilakukan 3 kali dalam seminggu sebagai berikut :

Setiap Hari Ahad :

Pukul 08.00-09.30       : olah raga

Pukul 09.30-10.00       : istirahat

Pukul 10.00-10.30       : aqidah

Pukul 10.30-11.30       : privat Al-Qur’an / IQRO’

Setiap Hari Kamis :

Pukul 14.00-14.45       : seni baca Al-Qur’an

Pukul 14.45-16.00       : aqidah

Setiap hari Sabtu :

Pukul 14.00-14.45       : aqidah

Pukul 14.45-16.00       : privat Al-Qur’an / IQRO’

 

BAB VIII

PELAKSANAAN PEMBUKAAN

Rencana kegiatan belajar di LPA TARBIYAH akan  diawali  dengan sebuah acara pengajian Peresmian Lembaga Pendidikan Al-quran insya Allah pada :

Hari / Tanggal : Kamis Wage / 5 April 2012

Pukul              : 20.00 WIB – 23.00 WIB

Tempat            : Komplek Masjid Khuluqiyah SD N Dayu

d/a Dayu Gadingsari Sanden Bantul

Pembicara       : Bpk Drs. H. Saebani M.A. dari Bantul

Hadirin           : ±550 hadirin berasal dari Santri dan Wali Santri, Pejabat Muspika Sanden,

Pengurus LPA, Jama’ah umum.

 

BAB IX

ANGGARAN PENGAJIAN PEMBUKAAN

I Rencana pengeluaran :    
  Administrasi  

Rp 200.000,00

  Sound sistem  

Rp 400.000,00

  Dekorasi  

Rp 200.000,00

  Konsumsi :  

 
  1. Umum
 

Rp 825.000,00

 
  1. Makan (transit+panitia)
 

Rp 400.000,00

  Akomodasi pembicara  

Rp 250.000,00

  Perlengkapan  

Rp 200.000,00

  Dana cadangan  

Rp 340.000,00

  Jumlah  

Rp 2.815.000,00

II Pemasukan:  

  infak insidental  

Rp 600.000,00

  subsidi dari kas LPA  

Rp 200.000,00

  jumlah  

Rp 800.000,00

III Kekurangan:  

  Pengeluaran  

Rp 2.815.000,00

  Pemasukan  

Rp 800.000,00

  Jumlah kekurangan  

Rp 2.015.000,00

 

BAB X

PENUTUP

Demikian proposal ini kami buat semoga dapat menjadikan pertimbangan.

Dan selanjutnya diharapkan segala saran dan bantuannya baik berupa dana maupun apa saja. Semoga dicatat sebagai amal ibadah yang senantiasa mendapat pahala dari Allah SWT, aamiin.

 

 

 

 

No       : 05/LPA/III/2012

Hal      : Permohonan Personal

Lamp   : 1 helai

Kepada :

Yth. Bapak Kepala Kantor Kementrian Agama

Kecamatan Sanden

Assalamu’alaikum wr. wb.

Puji syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan karunia-Nya kepada kita.

Selanjutnya hanya berkat ridlo-Nya kami akan membentuk dan menyelenggarakan sebuah Lembaga Pendidikan Al-Qur’an, dalam rangka ikut proaktif ambil bagian mencetak generasi Qur’ani yang berakhlaq karimah.

Adapun kegiatan tersebut berpusat di Komplek Masjid Khuluqiyah SD N Dayu, d/a Dayu Gadingsari Sanden Bantul.

Berkenaan dengan hal tersebut dengan segala hormat dan kerendahan hati kami memohon kepada bapak untuk berkenan menjadi salah satu Dewan Penasehat dikepengurusan LPA TARBIYAH ini.

Demikian atas segala perhatiannya diucapkan terima kasih.

Wassalaamu’alaikum wr.  wb.

 

                                                                            Sanden, 11 Maret 2012

Ketua

Sekretaris

Kaswanto Atmojo BA

 

Gunawan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

No       : 05/LPA/III/2012

Hal      : Permohonan Personal

Lamp   : 1 helai

Kepada :

Yth. Bapak Lurah Gadingsari

Di Gadingsari.

Assalaamu’alaikum wr. wb.

Puji syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan karunia-Nya kepada kita.

Selanjutnya hanya berkat ridlo-Nya kami akan membenttuk dan menyelenggarakan sebuah Lembaga Pendidikan Al-Qur’an, dalam rangka ikut proaktif ambil bagian mencetak generasi Qur’ani yang berakhlaq karimah.

Adapun kegiatan tersebut berpusat di Komplek Masjid Khuluqiyah SD N Dayu, d/a Dayu Gadingsari Sanden Bantul.

Berkenaan dengan hal tersebut dengan segala hormat dan kerendahan hai kami memohon kepada bapak untuk berkenan menjadi salah satu Dewan Penasehat di kepengurusan LPA TARBIYAH ini.

Demikian atas segala perhatiannya diucapkan terima kasih.

Wassalaamu’alaikum wr. wb.

                                                                            Sanden, 11 Maret 2012

Ketua

Sekretaris

Kaswanto Atmojo BA

 

Gunawan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

No       : 09/ LPA/III/2012

Hal      : Pemberitahuan Pengajian

Lamp   : 1 bendel

Kepada :

Yth. Bapak Kepala Kepolisian Sektor Sanden

Di Sanden

Assalaamu’alaikum wr.  wb.

Puji syukur kita haturkan kehadirat allah SWT atas limpahan karunia-Nya kepada kita.

Selanjutnya dengan mengharap ridlo dari allah SWTdiberitahukan kepada bapak bahwa kami akan menyelenggarakan Pengajian dalam rangka Pembukaan Lembaga Pendidikan Al-Qur’an insya Allah pada:

Hari / Tanggal : Kamis Wage / 5 April 2012

Pukul              : 20.00 WIB – 23.00 WIB

Tempat            : Komplek Masjid Khuluqiyah SD N Dayu

d/a Dayu Gadingsari Sanden Bantul

Pembicara       : Bpk Drs. H. Saebani M.A. dari Bantul

Hadirin           : ±500 orang

Demikian pemberitahuan dari kami semoga menjadikan periksa adanya.

Atas segala perhatiaanya diucapkan terima kasih.

Wassalaamu’alaikum wr.  wb.

 

                                                                            Sanden, 14 Maret 2012

Ketua

Sekretaris

Kaswanto Atmojo BA

 

Gunawan

Mengetahui

Kepala Sekolah SD N Dayu

Siswanti Ribudini S.Pd.

 

 

Tembusan :

  1. Bapak Camat Sanden
  2. Bapak Komandan Koramil Sanden
  3. Bapak Kepala Kantor Kementrian Agama Sanden
  4. Bapak Lurah Gadingsari
  5. Arsip

 

 

 

Susunan acara pengajian :

  1. Pembukaan
  2. Pembacaan ayat suci Al-Qur’an
  3. Sepatah kata dari Panitia
  4. Sambutan dan pembukaan secara simbolis LPA TARBIYAH oleh Bapak Camat Sanden.
  5. Pengajian oleh bapak Drs. H. Saebani M.A.
  6. Penutup.

 

Susunan Panitia :

I Penaseh at : 1 Bapak Kepala Dukuh Dayu (Bapak Suryanto)
    2 Bapak Kepala Dukuh Ketalo (Bapak Suwartono)
    3 Ibu Kepala Sekolah SDN Dayu (Ibu Siswanti Ribudini SPd)
II Ketua : 1 Bapak Kaswanto Atmojo BA
    2 Bapak Wiyono
III Sekretaris : 1 Bapak Gunawan
    2 Sdr.  Khusnul Latif
IV Bendahara : 1 Bapak Suro Hadi Wibowo
    2 Bapak Sunarto
V Seksi-seksi    
  Seksi Acara : 1 Bapak Sudarsono
    2 Bapak Karyono Nurdin Wardoyo
  Seksi Keamanan : 1 Bapak Eko Cahyono (Anggota Polsek Srandakan)
    2 Bapak Ngadino ( Anggota Polsek Kretek)
    3 Bapak M Nuryanto (Anggota Koramil Bambanglipuro)
  Seksi Konsumsi : 1 Ibu Sunarti Albariyah
    2 Ibu Sri Wahyuni
  Seksi Perlengkapan : 1 Sdr.  Teguh Tri Haryanto
    2 Bapak Taryono
  Seksi Dekorasi :   Bapak Suratman

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

No       : 10/LPA/III/2012

Hal      : Undangan Pengajian

Kepada :

Yth. Murid dan Bapak / Ibu wali murid

dari ……………………………………

Assalaamu’alaikum wr. wb.

Mengharap kehadirannya dalam acara Pengajian Pembukaan Lembaga Pendidikan Al-Qur’an (LPA) TARBIYAH insya Allah pada :

Hari / Tanggal : Kamis Wage / 5 April 2012

Pukul              : 20.00 WIB – 23.00 WIB

Tempat            : Komplek Masjid Khuluqiyah SD N Dayu

d/a Dayu Gadingsari Sanden Bantul

Pembicara       : Bpk. Drs. H. Saebani M.A. dari Bantul

Demikian atas kehadirannya diucapkan terima kasih.

Wassalaamu’alaikum wr.  wb.

 

                                                                            Sanden, 14 Maret 2012

Kepala Sekolah SDN Dayu

Ketua

Siswanti Ribudini S.Pd.

Kaswanto Atmojo BA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

No       : 11/LPA/III/2012

Hal      : Undangan Pengajian

Kepada :

Yth. Bapak / Ibu / Sdr………………………………….

di ………………………………………………………

Assalaamu’alaikum wr. wb.

Puji Syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia-Nya kepada Kita.

Selanjutnya dengan mengharap ridla Allah SWT, kami mengharapkan kehadirannya pada  acara Pengajian dalam rangka Pembukaan / Peresmian Lembaga Pendidikan Al-Qur’an (LPA) TARBIYAH insya Allah pada :

Hari / Tanggal : Kamis Wage / 5 April 2012

Pukul              : 20.00 WIB – 23.00 WIB

Tempat            : Komplek Masjid Khuluqiyah SD N Dayu

d/a Dayu Gadingsari Sanden Bantul

Pembicara       : Bpk. Drs. H. Saebani M.A. dari Bantul

Demikian atas kehadirannya diucapkan terima kasih.

Wassalaamu’alaikum wr wb.

                                                                            Sanden, 14 Maret 2012

Kepala Sekolah SDN Dayu

Ketua

Siswanti Ribudini S.Pd.

Kaswanto Atmojo BA

 

 

 

 

 

 

kptsan bpd

KEPUTUSAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

DESA GADINGSARI KECAMATAN SANDEN

NOMOR : 02  TAHUN 2012

TENTANG

PERSETUJUAN RANCANGAN

PERATURAN DESA, DESA GADINGSARI

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DESA GADINGSARI

Menimbang :           a.   bahwa Pemerintah Desa dan BPD sebagai penyelenggara pemerintahan desa, yang bertanggung jawab atas terselenggaranya kegiatan dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, memandang perlu untuk menetapkan Peraturan Desa;

                                      b.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a perlu menetapkan persetujuan rancangan Peraturan Desa;

Mengingat :             1.   Undang Undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta;

                                      2.   Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang nomor 12 tahun 2008;

                                      3.   Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang penetapan mulai berlakunya Undang Undang tahun 1950 nomor 12,13, 14, dan 15;

                                      4.   Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa;

                                      5.   Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 14 Tahun 2007 tentang  Badan Permusyawaratan Desa;

MEMUTUSKAN

Menetapkan           :

KESATU                      :     KEPUTUSAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA TENTANG PERSETUJUAN RANCANGAN PERATURAN DESA PENDAPATAN ASLI DESA, PENGELOLAAN TANAH KAS DESA, RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN DESA DAN ANGGARAN PENDAPATAN dan BELANJA DESA MENJADI PERATURAN DESA DESA GADINGSARI TAHUN 2012.

KEDUA                       :     Apabia dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diubah dan diperbaiki sebagaimana mestinya.

KEDUA                       :     Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Gadingsari

pada tanggal 14 Maret 2012

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

DESA GADINGSARI

KETUA

WIYONO, SIP

Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth.

1.       Bupati Bantul di Bantul

2.       Ketua DPRD Kabupaten Bantul

3.       Kepala Bagian Pemdes Setda Kab. Bantul

4.       Camat Sanden

5.       Arsip

Untuk diketahui dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

tatib BPD

KEPUTUSAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

DESA GADINGSARI KECAMATAN SANDEN

NOMOR ………. TAHUN ……..

TENTANG

TATA TERTIB BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

DESA GADINGSARI

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DESA GADINGSARI

Menimbang :           a.   Bahwa dalam rangka melaksanakan peraturan Daerah Kabupaten Bantul No 14 Tahun 2012 tentang BPD, maka memandang perlu BPD Gadingsari melakukan penyusunan Tata Tertib BPD.

                                      b.Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a perlu menetapkan keputusan BPD Desa Gadingsari tentang Tata Tertib BPD.

Mengingat :             1.   Undang Undang nomor 15 tahun 1950 tentang pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta.

                                      2.   Undang Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang nomor 12 tahun 2008.

                                      3.   Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1950 tentang penetapan mulai berlakunya Undang Undang tahun 1950 nomor 12,13, 14, dan 15.

                                      4.   Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2005 tentang Desa.

                                      5.   Peraturan Daerah Kabupaten Bantul nomor 14 tahun 2007 tentang  Badan Permusyawaratan Desa.

MEMUTUSKAN

Menetapkan           :     TATA TERTIB BADAN PERMUSYAWARATAN DESA GADINGSARI

.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal  1

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan :

1.       Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah

2.       Bupati adalah Bupati Bantul.

3.       Kecamatan adalah wilayah Kerja Camat sebagai perangkat daerah Kabupaten.

4.       Camat adalah perangkat daerah disuatu wilayah kerja kecamatan.

5.       Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

6.       Pemerintahan Desa adalah penyelenggara urusan Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

7.       Pemerintah Desa adalah Lurah dan Pamong Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Desa.

8.       Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah Lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Desa.

9.       Lurah Desa merupakan sebutan lain untuk Kepala Desa adalah Pimpinan Pemerintah Desa yang mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan pelaksanaan pemerintahan desa yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri.

10.   Pamong Desa merupakan sebutan lain untuk Perangkat Desa adalah unsur pemerintahan  yang terdiri dari Carik dan Pamong Desa lainnya.

11.   Lembaga Kemasyarakatan Desa  adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra dari Pemerintah Desa dalam memberdayakan masyarakat.

12.   Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disebut APBDesa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.

13.   Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama Lurah Desa.

14.   Wilayah adalah perdukuhan dan/atau gabungan pedukuhan dan/atau pemecahan pedukuhan yang merupakan kelompok musyawarah di desa setempat.

BAB II

KEDUDUKAN, FUNGSI, WEWENANG, HAK DAN KEWAJIBAN BPD

Bagian kesatu

Kedudukan dan Fungsi BPD

Pasal 2

BPD adalah Lembaga yang merupakan perwujudan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, berkedudukan sebagai unsur Pemerintah Desa.

Pasal 3

BPD berfungsi :

a.       Menetapkan Peraturan Desa bersama Lurah Desa.

b.      Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Bagian kedua

Wewenang, Hak dan Kewajiban

Pasal 4

1.       BPD mempunyai wewenang:

a.       Membahas rancangan Peraturan Desa bersama Lurah Desa.

b.      Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Lurah Desa.

c.       Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Lurah Desa sesuai dengan Peraturan Daerah yang berlaku.

d.      Membentuk panitia pemilihan Lurah Desa.

e.      Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

f.        Menyusun Tata Tertib BPD.

2.       Membuat rancangan peraturan desa berdasarkan aspirasi masyarakat.

3.       Rancangan Peraturan Desa dapat berasal dari BPD atau Lurah Desa.

4.       Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari BPD dapat diajukan oleh anggota setelah disetujui oleh BPD.

5.       Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari Lurah Desa disampaikan kepada BPD, untuk dibahas dalam sidang BPD.

6.       Rancangan Peraturan Desa sebagai dimaksud dalam ayat 3 dan 4 dibahas oleh BPD dan Lurah Desa untuk mendapatkan persetujuan bersama.

7.       Pembahasan Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud ayat (3) dilakukan melalui 2(dua) tahap.

Tahap I sebagaimana dimaksud meliputi:

a.       Dalam hal rancangan Peraturan Desa berasal dari Lurah Desa dilakukan kegiatan sebagai berikut:

1.       Penjelasan Lurah Desa dalam rapat bersama mengenai Rancangan Peraturan Desa.

2.       Pembahasan raperdes dalam sidang paripurna BPD.

3.       Pemandangan umum anggota BPD terhadap Rancangan Peraturan Desa dalam rapat kerja bersama.

4.       Tanggapan / jawaban Lurah Desa terhadap Pemandangan Umum  anggota BPD.

b.      Dalam hal Rancangan Peraturan Desa berasal dari BPD dilakukan kegiatan sebagai berikut:

1.       Penjelasan pimpinan BPD dalam rapat barsama mengenai Rancangan Peraturan Desa.

2.       Pembahasan raperdes oleh Lurah Desa.

3.       Pendapat Lurah Desa terhadap Rancangan Peraturan Desa.

4.       Tanggapan / Jawaban pimpinan BPD terhadap pendapat Lurah Desa.

Tahap II sebagaimana dimaksud adalah pengambilan keputusan persetujuan terhadap Rancangan Peraturan Desa.

8.       Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

Pasal 5

Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Lurah Desa dilakukan melalui:

1.       Dengar pendapat / wawancara dan kunjungan kerja.

2.       Prosedur pengawasan ditetapkan oleh rapat BPD.

Pasal 6

Dalam pembentukan Panitia Pemilihan Lurah Desa dilaksanakan dalam Rapat Khusus yang dipimpim oleh Pimpinan BPD.

Pasal 7

Untuk menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat dibidang pemerintahan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan dilaksanakan dengan pembagian tugas kepada anggota BPD sesuai dengan wilayah yang diwakilinya.

Pasal 8

1.       BPD mempunyai hak :

a.       Meminta keterangan kepada Pemerintah Desa.

b.      Menyatakan pendapat.

2.       Hak meminta keterangan kepada  Lurah Desa tentang pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Lurah Desa.

3.       Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b adalah hak BPD untuk menyatakan pendapat terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Lurah Desa disertai dengan rekomendasi penjelasannya.

Pasal 9

Anggota BPD mempunyai hak:

a.       Mengajukan Rancangan Peraturan Desa

b.      Mengajukan pertanyaan.

c.       Menyampaikan usul dan pendapat

d.      Memilih dan dipilih.

e.      Memperoleh tunjangan

Pasal 10

1.       Setiap anggota BPD mempunyai hak mengajukan rancangan Peraturan Desa.

2.       Pengajuan rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pimpinan  BPD. Dalam bentuk rancangan Peraturan Desa desertai penjelasan secara tertulis.

3.       Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat(2) oleh Pimpinan BPD disampaikan dalam rapat BPD untuk pembahasan.

Pasal 11

1.       Setiap anggota BPD dapat mengajukan pertanyaan kepada pemerintah Desa berkaitan dengan fungsi, tugas dan wewenang BPD baik secara lisan maupun tertulis.

2.       Jawaban terhadap pertanyaan anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara lisan atau tertulis dalam tenggang waktu yang telah disepakati bersama.

Pasal 12

1.       Setiap anggota BPD berhak mengajukan usul dan pendapat kepada pemerintah Desa maupun kepada pimpinan BPD.

2.       Usul dan pendapat sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan memperhatikan etika yang baik dalam forum yang telah disepakati bersama.

Pasal 13

Setiap anggota BPD berhak memilih dan dipilih menjadi pimpinan BPD

Pasal 14

Setiap Anggota BPD berhak untuk memperoleh tunjangan sesuai dengan kemampuan desa atau ketentuan yang berlaku.

Pasal 15

Anggota BPD mempunyai kewajiban:

a.       Mengamalkan Pancasila, melaksanakan  Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan.

b.      Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

c.       Mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d.      Menyerap menampung dan menghimpun aspirasi masyarakat untuk ditindak lanjuti.

e.      Memproses pemilihan Lurah Desa.

f.        Memdahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan.

g.       Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat.

h.      Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja maupun kemasyarakatan.

BAB III

SUSUNAN ORGANISASI, TATA KERJA BPD, DAN RAPAT BPD.

Bagian kesatu

Susunan Organisasi BPD

Pasal 16

1.       Susunan organisasi BPD terdiri atas:

a.       Pimpinan

b.      Anggota

2.       Pimpinan BPD terdiri dari:

a.       (1) orang ketua.

b.      (1) orang wakil ketua

c.       (1) orang sekretaris

3.       Pimpinan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipilih dari anggota BPD secara langsung dalam rapat BPD yang diadakan secara khusus.

4.       Rapat pemilihan pimpinan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pertama kali dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda.

Bagian kedua

Tata kerja

Pasal 17

1.       Dalam melaksanakan kewenangan, fungsi, kedudukan, hak dan kewajiban BPD, harus menerapkan prinsip koordinasi dan konsultasi antar anggota BPD, Pemerintah Desa maupun Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Pemerintah Daerah.

2.       Dalam melaksanakan tugas dibidang administrasi, Pimpinan BPD dibantu oleh seorang unsur Staf Desa yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Lurah Desa yang diperbantukan kepada Pimpinan BPD yang disebut kepala urusan Tata Usaha BPD.

3.       Pimpinan BPD mempunyai tugas:

a.       Menyusun recana kerja dan pembagian kerja kepada anggota BPD.

b.      Memimpin rapat-rapat BPD dan menyimpulkan hasil rapat yang dipimpinnya.

c.       Menyampaikan keputusan rapat kepada pihak-pihak yang bersangkutan.

d.      Melakukan koordinasi dengan Lurah Desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Bagian ketiga

Rapat BPD

Pasal 18

1.       Jenis rapat BPD:

a.       Rapat paripurna

b.      Rapat pimpinan

c.       Rapat kerja

d.      Rapat paripurna istimewa  (khusus / tertentu)

2.       Rapat paripurna merupakan rapat dalam pengambilan keputusan BPD

3.       Rapat pimpinan adalah rapat para anggota pimpinan BPD

4.       Rapat kerja merupakan rapat antara BPD dan Lurah Desa / Pamong Desa.

5.       Rapat paripurna istimewa (khusus/tertentu) adalah rapat BPD untuk melaksanakan acara tertentu dan tidak mengambil keputusan.

Pasal 19

Tata cara rapat BPD:

1.       Rapat BPD dilaksanakan pada hari kerja atau pada malam hari sesuai dengan kebutuhan dan situasi.

2.       Rapat dipimpin oleh ketua BPD, apabila ketua berhalangan hadir dapat dipimpin oleh wakil ketua.

3.       Sebelum rapat BPD dimulai setiap anggota BPD harus menandatangani daftar hadir, dan untuk tamu undangan, disediakan daftar hadir tersendiri.

4.       Anggotan BPD yang  telah menandatangani daftar hadir, apabila akan meninggalkan rapat harus memberitahukan dan meminta ijin kepada pimpinan rapat.

5.       Rapat dibuka oleh pimpinan rapat apabila quorum telah tercapai, yaitu daftar hadir telah ditanda tangani 2/3 jumlah anggota BPD.

6.       Apabila pada waktu yang ditetapkan untuk pembukaan rapat jumlah anggota BPD belum tercapai quorum, pimpinan rapat dapat meminta rapat ditunda paling lama 1 (satu) jam dan apabila pada akhir waktu penundaan rapat belum juga memenuhi quorum, rapat ditunda paling lama 3 (tiga ) hari.

7.       Setelah rapat dibuka, sekretaris BPD melaporkan jumlah anggota yang hadir serta memberitahukan surat-surat yang dipandang perlu untuk dibicarakan dalam rapat.

8.       Rapat BPD bersifat terbuka untuk umum kecuali atas permintaan Lurah Desa dan atau atas permintaan sekurang-kurangnya ½ (setengah) dari  jumlah anggota atau apabila dipandang perlu oleh pimpinan BPD untuk dinyatakan sebagai rapat tertutup.

Pasal 20

Tata cara jalannya rapat:

1.       Untuk kelancaran jalannya rapat, pimpinan rapat dapat menetapkan babak pembicaraan dan pembicara agar mencatatkan namanya terlebih dahulu sebelum pembicaraan dimulai dan pimpinan rapat menetapkan lamanya berbicara.

2.       Apabila pembicara telah melampaui waktu yang telah ditentukan atau menyimpang dari pokok pembicaraan, pimpinan rapat dapat memperingatkan pembicara.

3.       Setiap anggota BPD dapat mengajukan pertanyaan atau usul kepada Lurah Desa.

4.       Pertanyaan atau usul disampaikan kepada pimpinan BPD secara singkat dan jelas baik secara lisan maupun tertulis.

5.       Pembicaraan mengenai pertanyaan atau usul  dilakukan dengan memberi kesempatan kepada:

a.       Anggota BPD lainnya untuk memberi pandangan.

b.      Penanya / pengusul memberi jawaban / tanggapan atas pandangan para anggota BPD.

6.       Keputusan atas usul kepada Lurah Desa dapat disetujui  atau ditolak dan ditetapkan dalam rapat BPD.

7.       Selama usul belum memperoleh keputusan / tanggapan, para pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali.

8.       Jika jawaban Lurah Desa telah disampaikan, tidak ada usul /pertanyaan lagi, maka pembicaraan mengenai jawaban atau keterangan Lurah Desa dinyatakan selesai oleh BPD.

Pasal 21

 Tata cara pengambilan keputusan :

1.       Pengambilan keputusan diusahakan dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat.

2.       Apabila cara musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka pengambilan keputusan ditentukan berdasarkan suara terbanyak.

3.       Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak (dengan ketentuan lebih dari setengah ) dilakukan dengan pemberian suara secara tertulis atau mengangkat tangan.

4.       Setelah rapat selesai, sekretaris BPD menyusun risalah rapat yang antara lain memuat:

a.       Acara rapat.

b.      Daftar hadir anggota.

c.       Pokok-pokok masalah yang dibahas.

d.      Pokok-pokok pembicaraan para anggota.

e.      Pokok-pokok kesimpulan rapat.

5.       Risalah rapat dijadikan dasar penyusunan keputusan BPD.

BAB IV

HUBUNGAN KERJA BPD DENGAN LURAH DESA DAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PASAL 22

1.       Hubungan kerja antara BPD dan Lurah Desa bersifat kemitraan dan koordinatif.

2.       Hubungan kerja antara BPD dan Lembaga Kemasyarakatan Desa bersifat kemitraan.

BAB V

PENETAPAN RANCANGAN APBDES

Pasal 23

Lurah Desa menyampaikan rancangan Peraturan Desa tentang APBDes kepada BPD disertai dengan penjelasan dan dokumen pendukungnya pada minggu I bulan November tahun sebelumnya, untuk dibahas dalam rangka memperoleh persetujuan bersama.

Pasal 24

1.       Pembahasan RAPBDes dilakukan sesuai dengan mekanisme pembahasan Raperdes pada pasal 5 ayat 7 ayat 8 dan ayat 9 dalam peraturan tata tertib BPD dan menitikberatkan pada kesesuaian dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa.

2.       Rancangan Peraturan Desa tentang APBDes ditetapkan menjadi Peraturan Desa paling lambat 1 (satu) bulan setelah mendapat persetujuan Bupati.

Pasal 25

Persetujuan rancangan Perdes tentang APBDes

Pasal 26

1.       Pengambilan keputusan bersama BPD dan Lurah Desa terhadap rancangan APBDes dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.

2.       Atas dasar persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Lurah Desa menyiapkan Rancangan Peraturan Lurah Desa tentang penjabaran APBDes

Evaluasi Rancangan APBDes

Pasal 27

1.       Rancangan peraturan Desa tentang APBDes yang telah disetujui bersama BPD dan Lurah Desa sebelum ditetapkan oleh Lurah Desa paling lambat 3 (tiga) hari  kerja setelah tanggal persetujuan bersama disampaikan kepada Bupati untuk dievaluasi.

2.       Bupati menetapkan evaluasi rancangan Perdes tentang APBDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya Rancangan Perdes dimaksud.

3.       Apabila setelah lewat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Bupati tidak menetapkan hasil evaluasi Rancangan Perdes tentang ABPDes, maka Lurah Desa dapat menetapkan Rancangan Perdes tentang APBDes menjadi Perdes.

4.       Apabila Bupati menyatakan hasil evaluasi Perdes tentang APBDes tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Lurah Desa bersama BPD melakukan penyempurnaan Rancangan Perdes tentang APBDes paling lama 7(tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.

5.       Apabila hasil evaluasi Bupati tidak ditindak lanjuti oleh Lurah dan BPD, dan Lurah tetap menetapkan Rancangan Perdes tentang APBDes menjadi Perdes, Bupati membatalkan Perdes dimaksud dan sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBDes tahun anggaran sebelumnya.

6.       Pembatalan Perdes dan pernyataan berlakunya pagu anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud ayat (5) ditetapkan dengan peraturan Bupati.

7.       Paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pembatalan sebagaiman dimaksud pada ayat (6) Lurah Desa harus menghentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya Lurah Desa bersama BPD mencabut Perdes dengan Perdes tentang pencabutan Peraturan Desa tentang APBDes.

8.       Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBDes tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan Peraturan Lurah Desa.

9.       Masa berlakunya Peraturan Lurah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (8) paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal berlakunya Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (6).

BAB VI

KEUANGAN DAN ADMINISTRASI BPD

Bagian kesatu

Keuangan BPD

Pasal 28

1.       Pimpinan dan anggota BPD menerima tunjangan sesuai dengan kemampuan keuangan Desa.

2.       Tunjangan pimpinan dan anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam APBDes.

Pasal 29

1.       Untuk kegiatan BPD disediakan biaya operasional sesuai dengan kemampuan keuangan Desa yang dikelola oleh sekretaris BPD.

2.       Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun dalam APBDes.

Bagian kedua

Administrasi BPD

Pasal 30

1.       Kegiatan BPD secara administratif dilaksanakan oleh sekretaris BPD.

2.       Untuk melaksanakan tugas administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekretaris BPD dibantu oleh Pamong Desa.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan tata tertib BPD ini, diatur lebih lanjut  oleh rapat BPD.

Pasal 32

Tata Tertib BPD ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Gadingsari

Pada tanggal 1 Februari 2012

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

DESA GADINGSARI

KECAMATAN SANDEN

KETUA

WIYONO

proposal pelatihan khotib

PROPOSAL

PELATIHAN KHOTIB DAN DAI MUDA

 

JAM’IYAH TSAMANIYATUL KHITHOBAH

MASJID ASY-SYIFA DAYU GADINGSARI SANDEN BANTUL YOGYAKARTA

TAHUN 2012

JAM’IYAH TSAMANIYATUL KHITHOBAH

Sekretariat : Masjid Asy-Syifa’, Dayu, Gadingsari, Sanden, Bantul

Cp 02748231835

No          : A-3/004/JTK/II/2012

Hal          : Proposal Pelatihan Khotib dan Dai Muda

Lamp     : 1 bendel

Kepada Yth:

Bapak ……………………………………..

Di …………………………………………….

Assalaamu’alaikum wr.  wb.

Semoga Allah SWT limpahkan taufiq hidayah kepada kita semua, sholawat dan salam semoga tercurah  kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, shohabat, tabiin,dan para pengikutnya yang setia sampai akhir zaman, amin.

Bersama ini kami Jam’iyah Tsamaniyatul Khithobah akan menyelenggarakan kegiatan pelatihan Khotib dan Dai muda se-Gadingsari Utara, yang insya Allah pelaksanaannya pada :

Hari / Tanggal       : Sabtu, 25 Februari 2012 sampai dengan Ahad, 26 Februari 2012.

Tempat                   : Komplek Masjid Asy-Syifa’, d/a Dayu, Gadingsari, Sanden, Bantul.

Berkenaan dengan hal tersebut maka kami dengan segala hormat dan kerendahan hati memohon kepada bapak untuk dapat memberikan bantuan dana demi terlaksananya kegiatan tersebut.

Demikian surat permohonan kami atas terkabulnya diucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

                                                                     Dayu, 1 Februari 2012

Ketua                                                                                         Sekretaris

(Fajar Suharno)                                                                     (Nur Hadiyanto)

Mengetahui

Kepala KUA Kec Sanden

(………………………………..)

JAM’IYAH TSAMANIYATUL KHITHOBAH

Sekretariat : Masjid Asy-Syifa’, Dayu, Gadingsari, Sanden, Bantul

Cp 02748231835

  1. A.      PENDAHULUAN

 

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT semoga dengan diadakannya pelatihan khotib dan dai muda dapat menambah nilai khasanah kita di hadapan Allah SWT. Semoga dalam acara ini semua jamaah dapat mendekatkan diri dan selalu meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT, dan kami Panitia Pelatihan Khotib dan Dai memiliki harapan besar semoga acara kita ini dapat berjalan dengan lancar dan seluruh jamaah khususnya wilayah Gadingsari Utara dapat damai dan sejahtera dan harapan besar kami dengan diadakannya acara mengingatkan kita seluruh kaum muslimin dan muslimat agar selalu bersilaturahmi menjalin ukhuwah islamiyah antar sesama individu kelompok dan seluruh lapisan masyarakat gadingsari utara dan sekitarnya.

Jalinan ukhuwah islamiyah harus kita tingkatkan untuk majunya suatu daerah, tebarkan senyum, sapa, santun, dan saling menghormati dan saling menyayangi antar sesama umat tanpa melihat status, golongan, ras dan suku, karena kita masih satu agama dan tergolong hamba Allah yang selalu diberikan hidayah agar selalu bisa membedakan mana yang mahmudah dan mana yang mazmumah, karena hal ini menjadi jembatan awal untuk kesuksesan suatu bangsa.

Kiranya ini tujuan besar yang harus kita jalankan baik dari lapisan masyarakat kecil sampai pada daerah, bangsa dan negara. Karena dengan pengajian dapat membentuk masyarakat yang berkualitas unggul dan beriman serta bertaqwa kepada Allah SWT.

Hanya ini yang bisa kami haturkan, dengan harapan besar semoga acara ini dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan kita bersama. Amin.

 

  1. B.      LATAR BELAKANG

Berdasarkan data khotib wilayah Gadingsari Utara menunjukkan bahwa personil Sumber Daya Manusia yang siap diterjunkan menjadi khotib masih kurang, hal tersebut dibuktikan bahwa khotib yang dijadwalkan di tiap-tiap masjid mayoritas masih mengambil dari luar jamaah masjid setempat.

Dampak dari kurangnya tenaga khotib dikhawatirkan mempengaruhi berjalannya syariat islam terutama ibadah jumat, sehingga dirasa sangat perlu adanya tenaga khotib yang siap apabila  dibutuhkan  sewaktu-waktu.

Berangkat dari sinilah kami Jam’iyah Tsamaniyatul Khithobah akan menyelenggarakan kegiatan pelatihan khotib dan dai muda dalam rangka memudahkan tersampaikannya metode dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kaum muslimin, terutama dalam hal pemahaman strategi dan metodologi dakwah serta mengajak ummat Islam untuk kembali kepada al Qur’an dan as Sunnah sesuai dengan pemahaman para Salafush-shalih.

 

  1. C.      MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN

 

  1. Menjalin silaturahmi antara jama’ah se Gadingsari Utara dan sekitarnya.
  2. Mencetak kader-kader khotib dan dai muda yang mampu menggugah semangat beribadah sehingga terciptanya kehidupan masyarakat yang islami.
  3. Dakwah islam dengan inti pengajian yang menyentuh dengan realitas kehidupan masyarakat di wilayah gadingsari utara dan sekitarnya.
  4. Peserta mampu merefleksikan diri terhadap keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.
  5. Peserta kegiatan sadar akan kewajiban mempelajari Islam berdasarkan pemahaman yang benar, sebagai bekal dalam beramal dan berda’wah.

 

  1. D.      PESERTA DAN UNDANGAN

 

Peserta pelatihan Khotib dan Dai adalah perwakilan atau utusan dari takmir masjid se gadingsari utara yang berjumlah 8 masjid / musholla, disamping itu tidak menutup kemungkinan dari luar wilayah. Masing-masing takmir masjid diharapkan mengirimkan minimal 3 peserta  utusan / perwakilan. Utusan  masjid se gadingsari utara diusulkan:

1)      Masjid Al-Hidayah Dayu Lor

  1. H Suwarto
  2. Drh Agus Purnomo
  3. Sugimin
  4. Saryono
  5. Agus Nur Setiyawan
  6. Tri Prastowo

2)      Masjid Khuluqiyah Dayu Tengah

  1. Maryanto
  2. Andi
  3. Teguh
  4. Purwanto
  5. Rohmad
  6. Dimyati

3)      Masjid Asy-Syifa Dayu Kidul

  1. Purwadi
  2. Tomy
  3. Sugiyono
  4. Kapindo Aji Sanyoto
  5. Pratama Bakuh Waskito
  6. Gunawan

4)      Masjid Al-Huda Klatak

  1. Sukadi
  2. Suyitno
  3. Suratman
  4. Supriyanto
  5. Kusnanto
  6. Jumani
  7. Sunarto

5)      Masjid Nurul Khasanah Kadikoro

  1. Wiwid
  2. Andri
  3. Sutri
  4. Manto
  5. Yuanto

6)      Masjid Al-Muttaqin Ketalo Blantikan

  1. Riska
  2. Joko fitriyanto
  3. Taryono
  4. Rohmadi

7)      Masjid Al-Fajar Kenteng

  1. Nur ikhwana Tri Nugroho
  2. Wisnu

8)      Masjid Al-Qiyamu Buyutan

  1. Jumingin
  2. Tukiran
  3. Suherman
  4. Adin
  5. Dani Pratono
  6. Rohmad Supriyanto

 

  1. E.       WAKTU PELAKSANAAN

Adapun waktu pelaksanaan direncanakan pada :

Hari                          : Sabtu sampai dengan Ahad

Tanggal                   : 25  s.d 26 Februari 2012

 

  1. F.       TEMPAT PELAKSANAAN

Kegiatan tersebut dilaksanakan di Komplek Masjid Asy-Syifa’, Dayu, Gadingsari, Sanden, Bantul.

 

 

 

  1. G.     AGENDA

Hari Tanggal

Jam

Kegiatan

Pemateri/Pembicara

Sabtu,25 Feb 2012

14.30-15.00

Registrasi peserta  
Sabtu,25 Feb 2012

15.00-15.30

Ishoma Imam
Sabtu,25 Feb 2012

15.30-17.00

Materi 1 Khotbah menurut Syariat Heru Nugroho SHI,MSc
Sabtu,25 Feb 2012

17.00-20.00

Ishoma Imam
Sabtu,25 Feb 2012

20.00-22.00

Materi 2 Metodologi Khotbah Ust Jupriyanto SSi
Ahad,26 Feb 2012

22.00-04.00

Istirahat  
Ahad,26 Feb 2012

04.00-04.30

Ishoma Imam
Ahad,26 Feb 2012

04.30-07.00

Out bone / keperluan pribadi  
Ahad,26 Feb 2012

07.00-09.00

Workshop Ust Syahril Shidiq
Ahad,26 Feb 2012

09.00-11.00

Materi 3 Mujahid Dakwah Ust Ngadiran
Ahad,26 Feb 2012

11.00-12.00

Diskusi Kelompok Peserta
Ahad,26 Feb 2012

12.00-12.30

Ishoma Imam
Ahad,26 Feb 2012

12.30-14.00

Rencana Tindak Lanjud  (RTL)  
  1. H.     ANGGARAN BIAYA

Kegiatan

banyaknya

Harga satuan

Jumlah

Pemasukan :
1. infak insidental

240.000

2. infak 8 takmir masjid

200.000

3. sumb hamba  allah

600.000

Jumlah pemasukan :

 

 

1.040.000

Pengeluaran :
Makan

3 x 60

9.000

1.620.000

Snack

1 x 60

2.000

120.000

Transport antar jemput ustad

4

100.000

400.000

Penyambutan ustadz

4

50.000

200.000

Sound, diesel, lampu

400.000

400.000

Seminar kit

60

6.000

360.000

Background

100.000

100.000

Poto copy makalah

50 x 2 x 5

200

100.000

Buku pustaka

50

30.000

1.500.000

kesekretariatan

100.000

100.000

Lain-lain

10%

535.000

535.000

Jumlah pengeluaran

5.435.000

Kekurangan :
pemasukan

1.040.000

pengeluaran

5.435.000

Jumlah kekurangan

4.395.000

  1. I.        PENUTUP

Demikian proposal ini kami buat semoga dapat memberikan gambaran tentang kegiatan yang akan kami selenggarakan. Kami ucapkan terima kasih, jazakumullahi khairan kepada para ikhwah fillah yang telah ikut andil dalam terlaksananya kegiatan ini. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan taufiq dan hidayah-Nya,menambah ilmu yang bermanfaat serta amal sholeh kepada kita semua dan kaum muslimin. Amin ya robbal alamin.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

JAM’IYAH TSAMANIYATUL KHITHOBAH

Sekretariat : Masjid Asy-Syifa’, Dayu, Gadingsari, Sanden, Bantul

Cp 02748231835

                                                                                                                                                           

SUSUNAN PENGURUS DAN ANGGOTA

Ketua                                                :     Fajar suharno

Sekretaris                                        :     1. Nur Hadiyanto

2. Gunung Mahameru

Bendahara                                      :     1. Gunawan

2. Teguh

Koordinasi Pelaksanaan            :     1. Mulyadi bajuri

2. Karyono Nurdin Wardoyo

3. Budi Rohmad

Humas                                              :     1. Agus Wijayanto

2. Miftah

3. Jumani

4. Paiman

Team kurikulum :

  1. Budi rohmad
  2. Karyono Nurdin Wardoyo
  3. Mulyadi Bajuri
  4. Paiman

 

 

 

 

TANDA TERIMA

 

Dengan mengharap rahmat dan ridho Allah Subhanahu wata’ala, kami :

Nama/Lembaga/Perusahaan                    : ……………………………………………………………..………………………………

Memberikan Bantuan Sebesar Rp           : …………………………………………………….………………………………………

Terbilang                                                            : …………………..…………………………………………………………………………

…………….………………………………………………………………………………

Untuk membantu penyelenggaraan pelatihan khotib dan dai muda masjid asy-syifa’ dayu.

Semoga bantuan ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Yang memberikan                                                                          Yang menerima

( …………………………………………. )                                                  ( ………………………………… )

…………………………………………………………………………potong di sini ……………………………………………………………….

 

TANDA TERIMA

 

Dengan mengharap rahmat dan ridho Allah Subhanahu wata’ala, kami :

Nama/Lembaga/Perusahaan                    : ……………………………………………………………..………………………………

Memberikan Bantuan Sebesar Rp           : …………………………………………………….………………………………………

Terbilang                                                            : …………………..…………………………………………………………………………

…………….………………………………………………………………………………

Untuk membantu penyelenggaraan pelatihan khotib dan dai muda masjid asy-syifa dayu

Semoga bantuan ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Yang memberikan                                                                          Yang menerima

( …………………………………………. )                                                  ( ………………………………… )

JAM’IYAH TSAMANIYATUL KHITHOBAH

Sekretariat : Masjid Asy-Syifa’, Dayu, Gadingsari, Sanden, Bantul

Cp 02748231835

                                                              Daftar penyumbang :

No

Nama

Alamat

Jumlah

Tanda tangan

         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         

 

Hello world!

Welcome to WordPress.com. After you read this, you should delete and write your own post, with a new title above. Or hit Add New on the left (of the admin dashboard) to start a fresh post.

Here are some suggestions for your first post.

  1. You can find new ideas for what to blog about by reading the Daily Post.
  2. Add PressThis to your browser. It creates a new blog post for you about any interesting  page you read on the web.
  3. Make some changes to this page, and then hit preview on the right. You can always preview any post or edit it before you share it to the world.